Well, ga salah sih.
Tapi balik lagi tergantung apa yang kalian lihat dan serap kan. Kalian nonton kajian hadist 6 jam tiap hari pun, tetep aja outcomenya tergantung apakah kalian mengambil intisari hadist nya, atau malah jadi menyerap sifat bigot ustadnya yang parno sama perempuan berbikini. MISALNYA OKAY MISALNYA.
"Tapi kan ilmunya bener"
Ya ilmunya emang ga salah. Tapi kalo kita balikin lagi, kenapa ilmu yang sama baiknya, yang diserap dari pria bermakeup tebal dan berdansa, dianggap hina?
Okay let's quit rambling and jump to the topic
Pagi ini gua dapet pelajaran cakep banget dari seorang kafir katolik Korea, namanya Chen aka Kim Jongdae.
and one thing he’s been doing recently is when dealing w/ others, he doesnt think “why are they like this?” but rather remember that they’ve grown up in a completely different way than him, their life/perspective is different than his— STREAM.SHALL.WE (@imexotrashtbh) October 4, 2019
Kita sering complain soal betapa nasty-nya dunia ini. Soal wakil rakyat yang doyan korupsi, soal pemerintahan yang payah, sampai perkara mbak-mbak di kereta yang nyerobot antrian.
Kita merasa hak kita diinjak, gitu kan.
"Enak aja, itu kursi meja rapat kalian bayar dari pajak gua, kalian pake buat tidur doang?"
"Jadi kaya gini nih Presiden yang kita pilih? Hutan dibakar dia diem aja?"
"Mbak2 sialan, gua udah ngantri duluan juga. Punya tatakrama ga sih?"
Tapi pernah kepikiran ga sih, bahwa mereka mungkin ga punya pilihan lain saat itu?
Presiden diem, mungkin karena dia lagi nunggu hasil laporan dulu dari tim lapangan, buat mastiin keadaan aman dulu karena dia ga mungkin mengorbankan tim SAR atau tentara kalo memang kondisi ga aman.
Mbak-mbak mungkin nyerobot karena dia udah ditunggu anaknya yang mendadak muntah-muntah dan panas tinggi di rumah.
(I'm still struggling to find justification to senate's incompetence tapi poinnya nyampe lah ya)
Kondisi tiap orang berbeda. Bahkan untuk kebodohan-kebodohan yang bener-bener kelihatan tolol, kalo kita coba telisik ke belakang, bisa aja ada kisah tragis di belakangnya. Yang kemudian membuat kita berpikir, "oh iya ya, kalau kita di posisi dia, mungkin kita akan bersikap sama".
Kita sering lihat twit bodoh di twitter dimana kita sampe gemes pengen nyamperin si original poster dan ngejogrok-jogrokin kepalanya, tapi pernah ga mau menggali struggle dia sebenarnya?
Atau komen ganas di instagram atlet bulutangkis yang baru kalah. Bisa aja loh, si commenter adalah pacarnya si atlet badminton, dia tau betul bagaimana atlet tersebut males-malesan latihan, dan dia juga tau bagaimana keluarganya si atlet di rumah sedang ngarep2 uang hadiah turnamen karena mereka butuh buat bayar gadai rumah.
to think “why are they like this?” means that he’s trying to force them into his own standards, which is why he’s now accepting that person for how they are & moving on. his mind!— STREAM.SHALL.WE (@imexotrashtbh) October 4, 2019
Okay, untuk kepentingan bersama to some extent kita punya opsi untuk mengingatkan dan mengedukasi orang lain. Tapi ngingetin itu beda ya sama ngatur. Kalo ngingetin, posisi kita setara. Tapi kalo udah ngatur, kita ngerasa posisi kita di atas. Trust me, it shows when you're intending to remind someone, compared when you're outright giving them order.
Dan mengingatkan orang itu, selalu dengan baik-baik. Gaada orang diingetin tuh malah balik marah. Kecuali kalau mereka memang punya masalah, dan di situ adalah dimana kita, again, harus mencoba ngerti. You did your part, whether they accept it or not it's out of your business.
Tidak, saya ga meminta teman-teman buat apatis dan membiarkan orang lain bersikap salah. But stay on your lane. And if you have no options other than crossing them, please PLEASE PLEASE do that nicely.
They might or might not accepting your suggestion, but your nice gesture will stay nonetheless.
Dunia yang indah itu bukan dunia dimana semua orang menganut standar yang sama, tapi dunia dimana semua orang bersikap sama, dimana semua orang akan mencoba memahami orang lain yang punya struggle dan latar belakang yang berbeda
Stay positive
And stream "Shall We?" by my son Chen
and "Jopping" by Super-M.
No comments:
Post a Comment