Disclaimer: Postingan ini mengacu pada recap hasil pemaparan dan
diskusi kulwap (seminar whatsapp) yang diselenggarakan oleh Queenride
community. Saya hanya mencatat hal-hal apa saja yang dibahas di dalam
group tertutup, yang keanggotaannya khusus berisikan peserta yang telah
mendaftar dan diverifikasi. Tulisan ini tidak pernah melalui proses review oleh pihak narasumber Queenride community,
jadi jika ada perbedaan atau kesalahan pemahaman, itu sepenuhnya
kesalahan saya, mengingat saya sama sekali belum memiliki pengalaman
dalam mendidik anak.
Semoga Allah melimpahkan kebaikan bagi penyelenggara dan pihak-pihak yang telah membagi ilmu dan pengalamannya.
Untuk informasi, jadwal, dan pendaftaran kulwap dan aktivitas lainnya bisa cek akun media sosial Queenrides:
Tahap 1, Usia 0-7
Punya anak usia di bawah usia sekolah memang banyak dramanya, apalagi ketika mengurus anak pertama. Orang tua bingung, frustrasi karena sulit memahami anak, lelah karena anak sedang aktif-aktifnya berlarian dan meraih barang-barang. Meskipun memang tidak ada formula one-for-all, pada dasarnya bagaimanapun kondisi anak kita, kuncinya tetap satu: SABAR.7. Perlakukan dan layani anak dengan mulia dan tulus. Bahagiakan anak, kabulkan apapun permintaannya selama kita mampu, manfaat dan tidak membahayakan. Jika orang tua terpaksa harus tidak dikabulkan, harus jelas alasannya kenapa orang tua mengganti, menunda, atau menolak keinginan anak.
8. Utamakan mendampinginya. Di usia ini, anak tidak boleh sampai kehilangan kasih sayang orang tua, sehingga idealnya anak mutlak harus dekat secara fisik dengan orang tua untuk menjalin kedekatan hati. Anak pada usia benar-benar harus menjadi prioritas. Masa golden age otak anak harus dimanfaatkan orang tua untuk memaksimalkan kecerdasan dan ketangkasannya. Mulai dari berkomunikasi (mengulang poin 5 postingan sebelumya), bermain di rumah, bermain lari-larian dan panjat-panjatan di taman, atau bersosialisasi dengan teman di TK, idealnya semua perlu pengawasan orang tua. Justru karena gerak dan eksplorasi anak harus dibiarkan seluas-luasnya (selama tidak membahayakan), orang tua justru harus lebih awas dalam mengawasi kegiatan anak. Sebelum melepas anak, pastikan anak sudah paham konsekuensi tindakannya.
Sedangkan untuk komunikasi, orang tua mutlak harus mendahulukan merespon ucapan anak, untuk menanamkan self-confidence dan perasaan dihargai ketika mengutarakan pendapat.
Jika orang tua bekerja, maka ketika di rumah harus dimaksimalkan untuk menjalin kedekatan dengan anak (please turn off your phone and laptop, parents). Mengulang kembali poin komunikasi, pastikan tiap hari anak menerima sapaan dari orang tuanya. Saat ini teknologi video call sudah cukup jernih dan mudah digunakan, jadi tidak ada alasan bagi orang tua untuk tidak memperhatikan anak.
Tuntutan update yang sama juga tentu berlaku juga bagi orang tua yang LDM (Long Distance Marriage).
9. Hindari membentak dan mengatakan kalimat negatif. Harus benar-benar hati-hati untuk tidak menunjukkan kalimat, gestur, nada bicara negatif yang membuat kita sendiri tidak nyaman, pada anak. Mengurus anak memang melelahkan, tapi bukan salah mereka bahwa mereka dilahirkan kecil, lemah, dan harus serba diurusi, kan?
10. Anak bisa mulai diperkenalkan hal-hal dan aktivitas yang baik dan terjadwal. TIdak hanya jenis aktivitasnya, tetapi juga bagaimana aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan pada waktu dan jam tertentu secara konsisten. Anak umur tersebut mungkin belum bisa kita tuntut untuk bangun subuh dan sarapan jam 6 pagi setiap hari, tetapi kita bisa mulai perkenalkan dan tunjukkan aktivitas apa saja yang kita lakukan pada jam-jam tersebut. Biar anak paham, oh makan harus tiga kali sehari, ada makan di pagi hari, siang hari, dan malam hari.
Anak juga bisa mulai diperkenalkan dan diajak melakukan ibadah ritual, seperti sholat, mengaji dan ibadah lainnya dengan cara yang menyenangkan. Begitu anak bisa berdiri dan berjalan, orang tua bisa mulai mengajak anak untuk ikut shalat di sampingnya. Mungkin anak akan menolak, sujud dengan sekadarnya, kabur di tengah sholat, bahkan menunggangi punggung Ibunya. Tidak masalah, yang penting pelan-pelan anak diperkenalkan bahwa ibadah shalat adalah wajib, ajarkan bahwa manfaatnya adalah agar hamba semakin dekat dengan Allah. Gentle reminder, di usia 7 anak sudah mulai wajib shalat 5 waktu.
Sekali lagi, pastikan orang tua harus disiplin dulu ya :) Penting untuk menanamkan kebiasaan yang konsisten ke anak, karena anak belajar dengan memperhatikan.
Anak juga bisa mulai diajak untuk kegiatan-kegiatan yang bukan aktivitas harian, tetapi tetap positif. Misalnya, mengajak anak mengunjungi pesantren atau ke pengajian akbar (ketika wabah corona sudah terkendali)
11. Pola mendidik anak pada usia ini adalah dengan ajakan, bukan perintah atau bahkan paksaan. Anak jangan sampai takut akan rutinitas harian, terutama untuk ibadah sholat yang wajib tersebut.
12. Tanamkan karakter islami sejak dini. Bukan sekedar rajin sholat, mengaji dan ritual islam lainnya, tapi juga mengamalkan hal-hal yang ia pelajari dari Al Qur’an (termasuk perilaku sesederhana membuang sampah di tempatnya, antri, dan rajin belajar). Tapi yang juga tidak kalah penting adalah, anak harus diajarkan untuk memiliki rasa cinta dan kasih sayang yang luas agar anak terdorong untuk melakukan hal baik tanpa terpaksa. Orang tua juga perlu menanamkan bagaimana mengajak orang lain untuk bersikap patuh yang sama, tanpa merasa diri jumawa dan merasa lebih baik dari orang lain yang belum melakukan.
13. Sebelum tidur harus diperdengarkan hal-hal yang berilmu/bermanfaat, karena waktu sebelum tidur adalah waktu terbaik bagi otak untuk menyerap informasi. Jika bisa didengarkan murattal/tadarus orang tuanya lebih baik.
14. Orang tua bisa mulai mengkondisikan anak untuk menghafal Al Quran. Triknya, anak harus dibiasakan menghafal periode yang singkat-singkat tapi rutin. Karena anak 1 tahun relatif tidak bisa duduk diam, maka cukup ajak anak menghafal 5 menit, kemudian biarkan main lagi
15. Anak bisa mulai diajak dialog, dengan opsi tertutup (misalnya “mau A atau B?”, bukan “mau X atau tidak?”
16. Sesekali diberi reward tidak apa-apa, namun jangan dilakukan secara rutin
17. Beri anak permainan atau aktivitas yang sesuai dengan usianya. Tidak harus mahal, yang penting aman dan tidak berbahaya, dapat mengasah kreativitas, serta mengasah motorik anak. Juga tidak harus match dengan gender anak, walaupun tentu saja hal ini tidak perlu dikhawatirkan karena banyak aktivitas yang genderless seperti menggambar.
18. Memukul anak dan kekerasan verbal, sekalipun untuk mendidik solat is a big NO. Akan ada waktunya anak untuk bosan dan malas shalat. Dalam kondisi demikian, orang tua harus tetap mendorong anak untuk shalat, sekalipun dengan duduk (hanya untuk mendidik dan menekankan wajib-nya ibadah). Ingatkan anak bahwa ketika mati, hal pertama yang akan ditanya adalah shalat.
Special topic: Kapan sebaiknya melepas anak ke pesantren?
Sebaiknya jangan lepaskan anak untuk belajar di luar rumah (pesantren dll) sebelum anak lulus SD. Di usia tsb, sebaiknya anak full berada di rumah di bawah pengawasan orang tua, dan biarkan menjalin kedekatan terlebih dahulu dengan orang tua. Namun, jika memang orang tua berniat untuk melepas ke pendidikan di luar rumah, bisa mulai diperkenalkan sejak dini, agar anak tidak takut/merasa terbuang ketika disekolahkan di pesantren.Tapi Mba Iim bahkan tidak berencana melepas anak sebelum SMA, dengan alasan agar pendidikan karakter benar-benar kuat. Orang tua bisa rembug dulu untuk menentukan "kapan"nya, sekaligus juga memperhatikan kemampuan dan sifat anak.
Mungkin perlu digarisbawahi juga, bahwa mendisiplinkan dan memperkuat karakter anak tidak harus dengan belajar di pesantren. Apabila suasana di rumah cukup disiplin, syar’i, dan kuat ritual keagamaannya, maka pendidikan di rumah saja mungkin sudah cukup.
Lalu bagaimana jika kakek/nenek nya mendorong anak untuk dipesantren-kan sedini mungkin?
Sebaiknya orang tua komunikasikan dengan kakek/neneknya. Bagaimanapun, pemegang hak veto dalam pendidikan anak ada di tangan orang tuanya sendiri
Sebaiknya orang tua komunikasikan dengan kakek/neneknya. Bagaimanapun, pemegang hak veto dalam pendidikan anak ada di tangan orang tuanya sendiri
![]() |
It's a fake chat, obviously. And no, I don't know who tf Mas Gilang is. |
Anyway, kalau memang orang tua sudah sangat commit untuk mengirim anak ke pesantren, sebaiknya anak dikenalkan pada suasana dan kehidupan pesantren sejak dini. Anak bisa mulai diajak main ke pesantren pada usia 2-3 tahun. Jika anak sudah familiar dengan bagaimana menyenangkannya lingkungan pesantren, anak tidak akan merasa tertekan dan terbuang ketika dikirim ke sana.
Kemudian, sebelum anak dikirim, pastikan anak sudah paham tanggung jawab dan disiplin waktu - yang diperoleh dari pengenalan kebiasaan-kebiasaan baik kepada anak oleh orang tua sejak dini. Jika anak sudah terbiasa dengan tanggung jawab sejak kecil, insya Allah anak bisa membawa kebiasaan tersebut ketika lepas dari pengawasan orang tua - sehingga anak tidak lepas kontrol. Ketika anak sudah dilepas pun, orang tua harus rajin berkomunikasi dengan anak.
No comments:
Post a Comment