Feb 27, 2021

Review on Agatha Christie: The Big Four

Read Agatha Christie Entry #2: Mystery with a touch of Love
 

...Or should it be. Saya lagi agak kurang semangat untuk bikin versi instagram dari postingan ini.  


Perkenalan saya dengan The Big Four (Empat Besar) dimulai dalam suasana emosi yang masih anget-anget MTP-Kamonohashi-ish, jadi mohon maaf nih kalo review saya bakalan lagi-lagi balik ke reference Sherlock Holmes, hahahah. Hercule Poirot is wonderful too, I swear. But his British counterpart was just really way over-exposed and over-adapted. Not that I complained, by the way.

(Yes, I somehow picked the Hercule Poirot story again this month)

The Big Four dibuka dengan Capt. Hastings yang menemukan Poirot di rumahnya, sedang terburu-buru hendak berangkat ke Amerika Latin. Out of nowhere, Poirot bertanya perihal "Empat Besar", dan langsung menceritakan bahwa mereka adalah organisasi kriminal yang dipentol-i oleh empat orang. Dan ujug-ujug, seseorang masuk ke rumah Poirot dalam kondisi sekarat, menuliskan angka empat berkali-kali, lalu "lewat". Ketika Poirot akhirnya bersikeras untuk melanjutkan perjalanan, tiba-tiba Poirot mengajak Hastings untuk lompat dari kereta dan melarikan diri, kembali ke rumahnya. Ternyata nyawa Poirot sedang diincar!

Ketika mereka kembali ke rumah Poirot, mereka bertemu dengan seseorang dari Rumah Sakit Jiwa yang hendak mencari pasiennya yang kabur dari rumah sakit jiwa. Poirot akhirnya sadar bahwa pria dari Rumah Sakit Jiwa itu adalah si "Nomor Empat", sang algojo Empat Besar. Cerita kemudian bergulir ke pencarian tentang siapa saja "Empat Besar" ini.

Pengungkapan poin-poin di cerita ini rasanya seperti "disuapin", serba ujug-ujug. Out of nowhere, pembaca dikasih tahu kalau ada organisasi kriminal yang dikuasai oleh "Empat Besar", dimana pada poin tersebut bahkan belum ada kasus yang muncul. Satu-satunya orang mati yang muncul cuma seorang "pasien RSJ" di awal cerita, yang ternyata adalah agen rahasia Inggris untuk Rusia. Poirot bahkan ga berusaha memecahkan kasus(?) tersebut dan langsung menyimpulkan bahwa orang ini diancam dan dibunuh oleh Empat Besar.

Bagimana keempat pentolan organisasi kriminal diungkapkan, juga terkesan grasa-grusu. Pokoknya tahu-tahu A, B, C adalah si nomor 2,3, dan 4. Saya sampai harus baca ulang untuk memastikan bahwa saya tidak ketinggalan pemecahan "who"nya (mengingat di sini ga exactly ada kasus yang harus dipecahkan, cuma kejar-kejaran antara Poirot dan Empat Besar aja), dan indeed, memang sangat disuapin. Satu-satunya anggota Empat Besar yang berhasil saya tebak cuma sang wanita Nomor Tiga, tetapi itu pun sebenarnya bukan karena saya memahami ceritanya. Saya berhasil menebak karena memang pengungkapannya klise aja, standar plot-plot novel kebanyakan.

Man, I don't even know how I'd post this in my instagram. Sebenarnya ceritanya bagus. Saya bahkan ga ngantuk ketika baca ini, ga seperti biasanya ketika saya baca karangan Agatha Christie yang lain (saya ga tahu penyebab saya ngantuk, apakah karena ada masalah di terjemahan atau memang ceritanya droning). Tapi untuk ukuran cerita detektif, rasanya ga nendang aja kalo pembaca ga diberi kesempatan mikir dan menerka-nerka dahulu siapa pelakunya. Rasanya cuma seperti membaca plot cerita biasa, bukan plot cerita detektif.

Saya ga tahu seoriginal apa konsep arch-nemesis detektif vs criminal mastermind a la Sherlock Holmes vs James Moriarty yang ditulis Arthur Conan Doyle di akhir tahun 1800an itu. Tapi melihat Agatha Christie menulis cerita dengan dinamika yang mirip, saya jadi ga bisa mengesampingkan pemikiran suudzon, bahwa beliau memang berniat untuk membuat the Sherlock Holmes knock-off dengan karakter Hercule Poirot dan Arthur Hastings ini.

But then again, mungkin saya jadi agak meh karena cerita Sherlock Holmes sendiri sudah sangat over-exposed. Di dua tahun terakhir ini saja, saya nemu dua manga Jepang bertemakan Sherlock Holmes. ( First manga: Moriarty the Patriot | Second manga: Ron Kamonohashi: Deranged Detective). Dan selama dua tahun berturut-turut, Netflix bikin karya adaptasi Sherlock Holmes juga. (First adaptation Enola Holmes - 2020 | Second adaptation: The Irregulars - 2021) Jadi, baca buku ini di saat saya lagi kebanjiran konten Holmes, ya saya jadi agak sensitif melihat Poirot-Hastings vs The Big Four dan susah banget untuk ga membanding-bandingkan dengan dinamika Holmes-Watson vs Professor Moriarty.

Rate: 4 / 5 

PS: Nikmati aja bukunya apa adanya, jangan dibanding-bandingkan sama cerita detektif punya tetangga sebelah

 

No comments:

Post a Comment