Apr 30, 2021

Detective Conan Movie 24 - The Scarlet Bullet: A Review

Setelah tertunda satu tahun penuh, bahkan sampe bocoran Movie 25 keburu keluar dan bikin heboh, akhirnya film ke-24 Detective Conan resmi tayang juga. Jadwal naik siar The Scarlet Bullet di bioskop Indonesia memang mundur seminggu dari jadwal Jepang, but regardless, yay akhirnya nonton juga!

Mungkin karena filmnya ketunda setahun, tapi ekspektasi saya terhadap film ini memang lumayan tinggi. Wajar dong, secara tim produksi The Scarlet Bullet sampai bikin film pemanasan untuk mengantar fans menuju film yang berfokus ke salah satu klan terkuat di universe Detective Conan ini.

Poster The Scarlet Alibi, prologue film untuk The Scarlet Bullet

The Scarlet Bullet (名探偵コナン 緋色の弾丸 - Meitantei Conan: Hiiro No Dangan) bersetting di sekitar pelaksanaan event World Sport Game (WSG) Tokyo. Ga butuh ilmu deduksi selevel Sherlock Holmes buat menebak bahwa acara ini adalah pelesetan dari Olimpiade Tokyo yang juga tertunda satu tahun (dan entah jadi entah tidak)

Poster movie The Scarlet Bullet


Cerita bermula di pesta perayaan peluncuran kereta peluru (shinkansen) tercepat di dunia, yang akan diluncurkan tepat di hari pembukaan stadion World Sport Game. Di tengah acara, tiba-tiba salah satu sponsor WSG, Presiden Suzuki Shiro (Papa nya Sonoko) menghilang dari pesta. Presiden Suzuki pada akhirnya ditemukan dalam keadaan selamat (cara nemuinnya agak lucu btw, haha), namun FBI sadar bahwa kasus penculikan ini sangat mirip dengan kasus penculikan serupa, yang terjadi sebelum World Sport Game Atlanta 15 tahun lalu. Dengan petunjuk dari Kogoro Mouri yang direkrut untuk mengamankan salah satu sponsor VIP, Conan akhirnya menyimpulkan bahwa penculikan berikutnya akan terjadi di tepat di hari peluncuran shinkansen.

Poin menegangkan pertama muncul ketika tiba-tiba rumah sakit tempat peserta test drive diserang. Ai langsung sadar bahwa kebocoran gas tersebut adalah peristiwa "quenching" , yaitu bocornya kandungan helium pengatur suhu peralatan MRI ke udara lepas, yang kemudian me-replace kandungan oksigen di udara (plis saya juga ga paham konsepnya, langsung klik hyperlink aja deh). Karena kehebohan tersebut, seluruh peserta dibuat pingsan (termasuk our tiny central figure), dua orang VIP menghilang, dan acara test drive pun dibatalkan. By the way, kali ini Conan agak hah hoh, ga tahu quenching itu apa. That's new, wkwk.

Conan yang ngotot mau jadi hero dan memecahkan kasus, akhirnya nekad kabur dari pengawasan Ran begitu ia sendiri sadar (SUDAH BIASA). Ia bekerja sama dengan Okiya Subaru mengejar penculik yang kabur ke arah kawasan pergudangan. Di saat bersamaan, mereka berdua diikuti oleh Mary dan Masumi Sera. Subaru yang tiba duluan, langsung dihajar dua perempuan ganas ini, sampai topengnya robek terkena tendangan. A blessing for us, karena dengan ini akhirnya kita bisa melihat Akai Shuuichi dalam muka aslinya. Yum!

Conan yang tiba-tiba muncul akhirnya menyelamatkan Subaru, walaupun Mary, yang notabene adalah sesama korban APTX 4689 yang tubuhnya mengecil, malah bersembunyi dan berkeras untuk tidak menemui the shrunken Kudou Shinichi. 

Well, dengan ini canon plot di manga tetep tidak terganggu ya gaes.

Anyway, kejar-kejaran antara #TeamConan dan #TeamCulprit tetep berlangsung, sampai akhirnya kedua kubu ended up berakhir di shinkansen yang kini kosong. Pokoknya, Conan dan Masumi akhirnya memecahkan kasus. Case ended!

Not that easy, Dovisiozo.

Ternyata terpecahkannya si kasus ini justru malah menjadi pemicu dari insiden dan adegan menegangkan. Kalian ngerti bagaimana galaknya macan kalau tersudut? Nah itu dia yang membuat situasi akhirnya escalated in lightning speed.

And Dee be like, yay. Akhirnya seru juga.

For real, entah karena timing saya nonton itu pas waktu buka banget jadi laper, tapi selama nonton saya ga nemu adanya wow factor yang bikin saya deg-degan atau apapun itu. Bahkan ketika Cone semaput, terjebak di tengah quenching pun, saya cuma "oh oh" aja. Sudah dua puluh tahun ngikutin Conan, saya udah sampe di tahap dimana kalo Conan celaka tuh udah biasa, karena main character pasti selamat dong (I do hate your plot armor, Aoyama sensei)

Apalagi trik yang dipake kok rasanya ndakik-ndakik banget. It does make sense untuk ukuran tahun 2021, tetapi terasa kaya nembus langit banget gitu loh. 

Tapi yang jelas, faktor yang paling bikin saya mendelep adalah karena saya sempat ketipu teaser. Saya kira kasusnya bener-bener terjadi di tengah event WSG. Coba, kebayang dong ada kasus berbahaya di saat aset penting negara-negara di dunia lagi berkumpul di satu tempat? Mungkin ini juga salah satu hal yang bikin film ini terasa agak ga sesuai ekspektasi, karena ternyata yang nyawanya terancam bukan atlet terbaik dunia, tetapi "cuma" sponsor event dan a handful of local lucky winners yang terpilih untuk test drive shinkansen dari Nagoya sampai Tokyo. 

(Sepertinya saya akan dibantai SJW kalau sampai mereka baca ini -- ALL LIFE MATTER!)




Tapi terlepas dari segala ke-datar-an conflict development di film ini, tapi saya mau kasih kredit dan standing applause buat tiga orang: Haibara Ai, Sera Masumi, dan Haneda Shuukichi. Mereka bertiga bener-bener dapet quality screen, like yang sekalinya muncul tuh yang cakep-cakep gitu loh part dan moment nya.

Oh, dan Mary Sera though.


TO SUM UP! 

Untuk film yang ditunggu-tunggu sampai dua tahun dan kru sampe went all out bikin prefilm,The Scarlet Bullet ini terasa agak membosankan buat saya karena:

1. Umur serial udah terlalu lama dan predictable, sehingga ketika nyawa main character terjebak dalam bahaya pun, efek menegangkan gagal muncul 

2. Trik yang digunakan kurang "membumi", sehingga kurang relate dan kurang engaging buat penonton.

3. Saya pribadi ketipu teaser

4. Saya nontonnya pas laper, jadi any slight discomfort got elevated way too exponentially. 


PS: Jangan beranjak keluar sebelum kalian nyelesein credit scene. Ada adegan yang lumayan bikin akerjgnrgafd


Apr 11, 2021

Attack on Titan: A Review by Anime-Only Follower

Saya pribadi pertama kali mendengar ada barang namanya Attack on Titan di fandom Chen. One of my list people kebetulan memang nyabang jadi anime account, jadi ya ga heran kalau dia sering bawa drama anitwt ke list saya. Sempat terlupakan, akhirnya si judul balik lagi ke perimeter pandangan saya ketika saya akhirnya benar-bentar pindah haluan jadi anime fan. Apparently Attack on Titan ini populer banget di Indonesia, saya lihat akun autobase nya termasuk top 3 paling aktif setelah Haikyuu dan JPFbase


Dasar pengen edgy, kalo banyak yang ngikutin gitu saya malah males mau ikutan nonton. Saya menghindar-menghindar dulu dari anime tersebut untuk eksplor judul lain. Tapi emang dasar jodoh, akhirnya nemu aja trigger yang bikin saya ended up ga tahan untuk kepo.

Like, saya udah join channel tele anime anyway (hidup bajakan, gua males daftar-daftar dan install-install aplikasi lagi). Jadi kalo mau ngikutin ya sebenernya just one click away toh.
 

First Impression:

...

Impression no. 00

Balik dulu deh. Sebelum saya resmi start ngikutin Attack on Titan (Shingeki no Kyojin) ini, saya sebenernya udah sempet terekspos sama ini Isayama punya gawe. Kan ceritanya pas akhir tahun Indihome lagi ngebuka semua channel tuh, gratis. Akhirnya saya bisa akses Animax kan, dipuas-puasin deh tuh, nonton anime yang biasanya gabisa saya akses. Pas banget, waktu itu Attack on Titan final season memang lagi tayang. Karena penasaran, akhirnya ya saya ikutin lah ini anime sambil nyetrika.

OP film: Nyah. Boring soundtrack

The episode: Lah katanya film tentang giant/titan, kok ini malah isinya bocah-bocah ikut pelatihan militer? Ini ngapain mereka kok malah nyamar jadi pelayan?

Art work: Gaada cogan nya nih?

Singkat cerita itu anime ga menarik, akhirnya saya abaikan itu episode dan fokus pada setrikaan saya yang setinggi dosa.

 

Sorry for treating you wrong, Gabi & Falco :")

Tapi kan emang dasarnya anime populer ya, jadi kontennya lewat-lewat terus tuh di timeline saya. Pokoknya akhirnya saya jadi nangkep satu catchphrase yang sering dipake wibu-wibu AOT: Sasageyo. Karena di saat yang bersamaan saya akhirnya balik lagi masang playlist anime soundtrack jadi default life-BGM, saya iseng lah cari kata kunci itu di youtube. Dapet lah: "Shinzou wo Sasageyo: Attack on Titan OP"

Anjing, enak banget lagunya.

Pun OP1-nya: Guren no Yumiya


Back to: First Impression

Berlanjut dari soundtracknya yang bertengger di my personal best anime soundtrack, my at time favorite Moriarty the Patriot udah selesai cour 1, dan ga sengaja keputer podcast yang bahas AOT -- akhirnya ya saya nyemplung lah. Sempet jiper lihat episode yang udah terlanjur banyak, tapi yaudah saya sabar-sabarin aja, walaupun banyak episodenya udah kaya penghuni neraka.

Ternyata

Asik banget dong? Like, it's just all-rounded, equally excellent in all aspects?  

Attack on Titan poster: Season 1
 

The original premise udah cukup menarik, dimana umat manusia harus berperang melawan raksasa-raksasa pemakan manusia. Saya belum pernah lihat premis perang-manusia-vs-makhluk-serba-superior dijadikan sebagai main-plot serial yang kontinyu. Ga cuma itu, di sini manusia ya tetep manusia aja, bisa mati, tetap kecil, dan ga punya power apa-apa. Mereka bener-bener cuma punya peralatan perang standar seperti meriam, pedang, dan peralatan manuver. Kebayang dong harus melawan titan pemakan manusia segede rumah?

Main Character & Plot Development

Saya sempet punya masalah sama main character-nya, Eren Jaeger (ato Yeager sih tulisannya gua bingung). Saya kan orangnya risk averse ya, jadi pengennya orang tuh diem-diem aja gitu loh gausah kebanyakan aneh-aneh. Nah, Eren ini (seperti layaknya semua main character anime sih sebenernya) ambis banget pengen ngalahin Titan. He did have past grudge sih, karena distrik kampung halamannya habis diserang, serta emaknya sendiri meninggal dimakan Titan (ternyata Titan yang makan emaknya ini nganu- pokoknya ngeselin deh), sehingga dia harus menjalani sisa masa kanak-kanak nya cuma bertiga-tiga doang bareng Mikasa Ackermann dan Armin Arlelt, temen mainnya.

Eren Jaeger, Season Final

Tapi walaupun MCnya menyebalkan, somehow saya masih bisa lanjut nonton karena memang secocok itu sama komposisinya. Plot dan character kan jelas udah ga menye-menye tuh ya. Ditambah lagi konfliknya selalu rame, entah main conflict di arc/season nya maupun berantem-berantem kecil yang terakumulasi jadi bumbu penyedap yang makin menambah warna di main plotnya. Plot "berat" di anime ini bukan cuma padat akan konflik dan plot development. Kita juga disajikan beberapa dialog retoris yang lumayan mind-blowing, yang membuat kita mempertanyakan kembali apakah ideals yang selama ini kita pegang bener-bener sesuai.

Anime ini juga ga pelit humor, sehingga sesekali kita penonton masih dikasih break di tengah-tengah plot yang berat. Artwork-nya sendiri menurut saya standar-standar aja, ga yang ganteng/cantik banget tapi hamdalah ga shonen yang menjurus "jelek" juga.

Levi Ackermann, character dengan simp paling banyak sefandom AOT

Angst

Satu lagi hal yang saya notice adalah, bagaimana creator AOT bener-bener ga sayang karakter. In the sense of, dia ga segan-segan untuk mematikan karakter-karakter yang populer. Jadi fit aja gitu kan, toh namanya tentara emang udah umum kalo mereka bekerja untuk mati. Seringkali yang baper justru fans nya, kenapa X mati kenapa Y mati (kebetulan comfort character saya di serial ini juga dapet giliran 'itu', hiks).

Erwin Smith, official hot dadda of thirsty fangirls

Watching Experience

Anyway, saya akhirnya selesai maraton semua serinya (4 season - 5 cour, 5 OVA) hampir bersamaan dengan selesainya Final Season cour pertama. Ga merasa tertekan ataupun capek sama sekali, karena walaupun banyak konflik, tetapi setidaknya ga banyak character yang dibuat super-aggravating. Saya inget betapa saya ngerasa "beban" banget pas nyelesein Code Geass, karena plot mereka yang berat itu dibarengi dengan karakter-karakter yang juga bikin emosi banget almost all along the story. (Note on the plural from of "karakter", yes memang jumlahnya banyak) Di AOT ini, bobot cerita bener-bener mostly fokus ke plot, sehingga karakter yang muncul sih jatohnya kebanyakan masih bearable. You can't really hate anyone, even the nastiest arc antagonist macam Rod Reiss atau Beast Titan. 


Kinda remind me of my experience when watching Full Metal Alchemist: Brotherhood sih. Cuma yg AOT ini less stressful aja moral dilemma nya.
 

Recommended? Hell yeah. Saya aware bahwa ada beberapa selentingan yang bilang "Attack on Titan ini propaganda normalisasi Nazi", karena karakternya dikasih nama berbau Jerman dan ceritanya di sini memang pihak yang powerful menindas pihak yang lemah. Tapi...masa sih kalian selugu itu dan ga bisa ngefilter nilai-nilai buruk yang muncul di anime?

Apr 5, 2021

Why My Exercises Failed to Cut Down My Body Weight

Ngomong-ngomong, semenjak saya jobless, saya jadi punya rutinitas baru. Selain the obvious ngerjain pekerjaan rumah tangga, saya jadi punya banyak waktu untuk olahraga.

Yes, you're right. Your lazy ass girl akhirnya olahraga.

Tadinya bermula dari feeling dejected over my ugly body -- like orang ga kerja kok makin jelek, miskin, gendut, mana hidup lagi. That's when I start my new target: to have my fat-ass lose 5 kgs by January 2021.

Spoiler: Saya gagal wkwk.

Tapi setidaknya saya jadi memulai kebiasaan baik baru, yaitu dengan menggerakkan badan saya secara intens setidaknya 30 menit setiap hari. Saya start bulan September, dan kebiasaan ini masih saya lakukan sampai sekarang. Sampai tadi pagi, at least.

Starting off to lose weight, saya coba maintain kebiasaan ini dengan mencari-cari alasan bahwa "saya butuh kehangatan". Tinggal di Megamendung, udaranya lumayan dingin apalagi musim-musim labil begini. Karena saya ga suka kedinginan, dan Kanjeng Ibu Suri pasti ga suka lihat saya selimutan siang-siang, akhirnya ya...ini lah caranya.

Awalnya bener-bener nyiksa. Saya start dari video-video workout Emi Wong yang pendek-pendek (durasi 15-30 menit), dan saya udah mau nyerah di 5 menit pertama. Saya baru tahu kalo SQUAT DOANG TUH CAPEK BANGET? But later the self-afflicted pressure take over dan akhirnya saya rutin olahraga tiap hari. With some resting days, of course.

Karena saya mager mau lari keluar, akhirnya saya fokus ke workout indoor. Banyak banget variasi yang bisa saya pilih, tutorialnya juga bertebaran di youtube, saya tinggal ngikutin aja di depan HP/TV sambil pake baju tidur. Ga repot-repot ganti baju olahraga, yang penting pake bra yang proper aja biar dada ga sakit ketika bergerak, hehe.

Saya ga bikin jadwal sama sekali. Mumpung lagi on my own, saya ga mau membatasi diri hanya mau olahraga A, B, atau C. Yang penting sehari setidaknya setengah jam bergerak, saya ga masalah mau hari ini olahraga yang mana. Saya lakukan sebentar-sebentar aja, bahkan kadang-kadang kalo lagi males saya merasa cukup dengan workout in bed. Soalnya kalo dipaksa dijadwal lalu ternyata besokannya ga mood, atau badan terlalu sakit buat ngikutin jadwal, kan jadi counterproductive. Saya sadar punya kelemahan, saya gampang jijik dan benci sama diri sendiri ketika saya ga patuh atau bikin salah. Makanya daripada niat sehat malah jadi racun, ya mending saya angkat aja restriction-nya. Toh ini bukan perkara hidup mati orang lain anyway.

Setidaknya sudah ada enam jenis workout yang lumayan rutin saya ikutin. Ada senam aerobic/zumba, dance, yoga, pilates, barre, dan circuit/interval workout. 

 

 

Ada dua alasan kenapa saya melakukan banyak jenis workout. Pertama, biar saya ga merasa terbebani dengan tuntutan apapun, walaupun hal tuntutannya datang dari diri saya sendiri. Kedua, karena dari yang saya baca, fokus exercise yang itu-itu aja akan membuat tubuh kita jadi masuk plateau mode, alias terlalu terbiasa dengan tekanan. Jadi efek olahraga yang kita lakukan akan semakin memudar kalau kebanyakan diimplementasikan(walaupun belakangan saya baru tahu bahwa level workout saya sebenernya ga cukup untuk membuat plateau, jadi kalaupun saya olahraganya itu-itu aja sebenernya ga akan plateau, paling bosen aja).

Lah kok masih gagal, berat ga turun?

Well, saya baru-baru ini tahu kalau ternyata porsi olahraga saya selama tujuh bulan ini intensitasnya bener-bener cuma di batas minimum yang dianjurkan. Untuk menurunkan berat badan kan setidaknya kita harus olahraga 60-90 menit per harinya. Sementara saya, olahraga 30 menit aja udah nepuk dada :D  

Selain itu, saya baru sadar kalau sebenarnya olahraga yang saya lakukan baru sebatas kardiovaskular alias aerobic, yang tujuannya untuk melancarkan peredaran darah, memastikan oksigen tersebar ke seluruh sel-sel di tubuh secara merata, serta meningkatkan stamina secara keseluruhan. Kalau mau menurunkan berat badan, saya harusnya nambah satu menu lagi yaitu weight-lifting sebanyak setidaknya dua kali seminggu.

Kenapa? Karena kalo memang tujuannya menurunkan berat badan, kita bukan cuma harus banyak bergerak, tetapi juga harus memastikan "pentium" badan kita memang berada di level yang bisa memproses kalori lebih banyak.

Jadi gini, ternyata energi yang kita spend dalam proses berolahraga itu sebenernya cuma ngasih dampak sekitar 10% dari total penggunaan kalori kita perhari. Ga banyak bedanya terhadap penggunaan energi, mau kita olahraga atau tidak (apalagi level olahraganya receh-receh kaya saya).

Lha terus tubuh kita mengeluarkan energi untuk apa?

Ya untuk hidup sebagai a functioning entity. 

Metabolic adaptation to weight loss: Implications for the athlete
 

Resting Energy Expenditure (REE), alias proses kita bernapas, jantung berdetak, otak bekerja setiap harinya itulah yang ternyata paling banyak menghabiskan kalori setiap hari. Jumlah kalori dari REE yang kita spend berbeda-beda setiap orang, tergantung massa tubuh dan level BMR (basal metabolic rate) tubuh yang dimiliki. Orang dengan massa tubuh dan BMR lebih besar akan menghabiskan lebih banyak kalori just simply by being alive.

Massa tubuh sendiri sangat banyak tergantung pada hal-hal yang ga bisa kita atur (panjang dan ukuran tulang, ukuran otot dll). Tetapi, kita masih bisa mengupgrade "performance mode" tubuh kita agar bisa menggunakan kalori lebih banyak. Kan kalau tujuan kita adalah menurunkan berat badan, kita butuh calorie deficit ya. Nah, dengan membentuk tubuh kita menjadi high-performing mode (BMR tinggi), maka kita akan menggunakan kalori lebih banyak di bagian yang bener-bener signifikan, aka REE ini. Nah, cara meningkatkan BMR ini adalah dengan meningkatkan proporsi berat otot (muscle mass) terhadap berat lemak (fat mass) yang ada di tubuh kita. 

Caranya? Ya weight lifting, or any kind of strength training.

Penjelasan kakak Justina Ercole ini mudah-mudahan membantu.

Damn, padahal udah nahan-nahan gamau beli barbel. Kayanya ujung-ujungnya tetep harus beli juga ini sih.