Ngomong-ngomong, semenjak saya jobless, saya jadi punya rutinitas baru. Selain the obvious ngerjain pekerjaan rumah tangga, saya jadi punya banyak waktu untuk olahraga.
Yes, you're right. Your lazy ass girl akhirnya olahraga.
Tadinya bermula dari feeling dejected over my ugly body -- like orang ga kerja kok makin jelek, miskin, gendut, mana hidup lagi. That's when I start my new target: to have my fat-ass lose 5 kgs by January 2021.
Spoiler: Saya gagal wkwk.
Tapi setidaknya saya jadi memulai kebiasaan baik baru, yaitu dengan menggerakkan badan saya secara intens setidaknya 30 menit setiap hari. Saya start bulan September, dan kebiasaan ini masih saya lakukan sampai sekarang. Sampai tadi pagi, at least.
Starting off to lose weight, saya coba maintain kebiasaan ini dengan mencari-cari alasan bahwa "saya butuh kehangatan". Tinggal di Megamendung, udaranya lumayan dingin apalagi musim-musim labil begini. Karena saya ga suka kedinginan, dan Kanjeng Ibu Suri pasti ga suka lihat saya selimutan siang-siang, akhirnya ya...ini lah caranya.
Awalnya bener-bener nyiksa. Saya start dari video-video workout Emi Wong yang pendek-pendek (durasi 15-30 menit), dan saya udah mau nyerah di 5 menit pertama. Saya baru tahu kalo SQUAT DOANG TUH CAPEK BANGET? But later the self-afflicted pressure take over dan akhirnya saya rutin olahraga tiap hari. With some resting days, of course.
Karena saya mager mau lari keluar, akhirnya saya fokus ke workout indoor. Banyak banget variasi yang bisa saya pilih, tutorialnya juga bertebaran di youtube, saya tinggal ngikutin aja di depan HP/TV sambil pake baju tidur. Ga repot-repot ganti baju olahraga, yang penting pake bra yang proper aja biar dada ga sakit ketika bergerak, hehe.
Saya ga bikin jadwal sama sekali. Mumpung lagi on my own, saya ga mau membatasi diri hanya mau olahraga A, B, atau C. Yang penting sehari setidaknya setengah jam bergerak, saya ga masalah mau hari ini olahraga yang mana. Saya lakukan sebentar-sebentar aja, bahkan kadang-kadang kalo lagi males saya merasa cukup dengan workout in bed. Soalnya kalo dipaksa dijadwal lalu ternyata besokannya ga mood, atau badan terlalu sakit buat ngikutin jadwal, kan jadi counterproductive. Saya sadar punya kelemahan, saya gampang jijik dan benci sama diri sendiri ketika saya ga patuh atau bikin salah. Makanya daripada niat sehat malah jadi racun, ya mending saya angkat aja restriction-nya. Toh ini bukan perkara hidup mati orang lain anyway.
Setidaknya sudah ada enam jenis workout yang lumayan rutin saya ikutin. Ada senam aerobic/zumba, dance, yoga, pilates, barre, dan circuit/interval workout.
Ada dua alasan kenapa saya melakukan banyak jenis workout. Pertama, biar saya ga merasa terbebani dengan tuntutan apapun, walaupun hal tuntutannya datang dari diri saya sendiri. Kedua, karena dari yang saya baca, fokus exercise yang itu-itu aja akan membuat tubuh kita jadi masuk plateau mode, alias terlalu terbiasa dengan tekanan. Jadi efek olahraga yang kita lakukan akan semakin memudar kalau kebanyakan diimplementasikan(walaupun belakangan saya baru tahu bahwa level workout saya sebenernya ga cukup untuk membuat plateau, jadi kalaupun saya olahraganya itu-itu aja sebenernya ga akan plateau, paling bosen aja).
Lah kok masih gagal, berat ga turun?
Well, saya baru-baru ini tahu kalau ternyata porsi olahraga saya selama tujuh bulan ini intensitasnya bener-bener cuma di batas minimum yang dianjurkan. Untuk menurunkan berat badan kan setidaknya kita harus olahraga 60-90 menit per harinya. Sementara saya, olahraga 30 menit aja udah nepuk dada :D
Selain itu, saya baru sadar kalau sebenarnya olahraga yang saya lakukan baru sebatas kardiovaskular alias aerobic, yang tujuannya untuk melancarkan peredaran darah, memastikan oksigen tersebar ke seluruh sel-sel di tubuh secara merata, serta meningkatkan stamina secara keseluruhan. Kalau mau menurunkan berat badan, saya harusnya nambah satu menu lagi yaitu weight-lifting sebanyak setidaknya dua kali seminggu.
Kenapa? Karena kalo memang tujuannya menurunkan berat badan, kita bukan cuma harus banyak bergerak, tetapi juga harus memastikan "pentium" badan kita memang berada di level yang bisa memproses kalori lebih banyak.
Jadi gini, ternyata energi yang kita spend dalam proses berolahraga itu sebenernya cuma ngasih dampak sekitar 10% dari total penggunaan kalori kita perhari. Ga banyak bedanya terhadap penggunaan energi, mau kita olahraga atau tidak (apalagi level olahraganya receh-receh kaya saya).
Lha terus tubuh kita mengeluarkan energi untuk apa?
Ya untuk hidup sebagai a functioning entity.
Metabolic adaptation to weight loss: Implications for the athlete |
Resting Energy Expenditure (REE), alias proses kita bernapas, jantung berdetak, otak bekerja setiap harinya itulah yang ternyata paling banyak menghabiskan kalori setiap hari. Jumlah kalori dari REE yang kita spend berbeda-beda setiap orang, tergantung massa tubuh dan level BMR (basal metabolic rate) tubuh yang dimiliki. Orang dengan massa tubuh dan BMR lebih besar akan menghabiskan lebih banyak kalori just simply by being alive.
Massa tubuh sendiri sangat banyak tergantung pada hal-hal yang ga bisa kita atur (panjang dan ukuran tulang, ukuran otot dll). Tetapi, kita masih bisa mengupgrade "performance mode" tubuh kita agar bisa menggunakan kalori lebih banyak. Kan kalau tujuan kita adalah menurunkan berat badan, kita butuh calorie deficit ya. Nah, dengan membentuk tubuh kita menjadi high-performing mode (BMR tinggi), maka kita akan menggunakan kalori lebih banyak di bagian yang bener-bener signifikan, aka REE ini. Nah, cara meningkatkan BMR ini adalah dengan meningkatkan proporsi berat otot (muscle mass) terhadap berat lemak (fat mass) yang ada di tubuh kita.
Caranya? Ya weight lifting, or any kind of strength training.
Penjelasan kakak Justina Ercole ini mudah-mudahan membantu.
Damn, padahal udah nahan-nahan gamau beli barbel. Kayanya ujung-ujungnya tetep harus beli juga ini sih.
No comments:
Post a Comment