Jul 8, 2020

Notasi: Catatan Pendek di UGM

notasi/no·ta·si/ n 1 seperangkat atau sistem lambang (tanda) yang menggambarkan bilangan (tentang aljabar), nada (tentang musik), dan ujaran (tentang fonetik); 2 proses pelambangan bilangan, nada, atau ujaran dengan tanda (huruf); 3 catatan pendek yang perlu diketahui atau untuk mengingatkan sesuatu;



Saya tahu novel ini lagi-lagi, dari netizen twitter. Saya kebetulan baru aja selesai namatin Laut Bercerita (still the best local writing I've read this year), dan pas lagi moodnya spazzing dan twtsearch orang-orang yang berpendapat sama, somehow saya nemu thread yang diup ketika deket-deket hari peringatan empat pahlawan...what we call them, Pahlawan Reformasi? Well, I refered to kakak-kakak aktivis mahasiswa Trisakti yang ditembak mati di kampus tahun 1998 dulu.




Long story short, saya langsung kalap beliin satu-satu buku yang ada di thread itu. Ini tangan nakal emang.

Ga bohong, saya ambil buku ini pertama kali karena tergoda sama caption sang netizen yang menuliskan "gerakan demonstrasi mahasiswa UGM tahun 1998". Lagi terpukau sama Laut Bercerita, tahu-tahu lihat caption yang mirip, dan UGM pula?

Saya tahu mahasiswa UGM cukup aktif dalam demo-demoan ini (berkaca pada demo ReformasidiKorupsi September 2019 lalu, yang kemudian melambungkan nama presma UGM sebagai laki-laki penghangat rahim wanita - whatever that means I swear I don't want to know). Jadi ya ekspektasi saya lumayan dong?

Well, fvck my psychological state.

Singkat kata, saya jadi korban iklan, lol.

Sebenernya ini novel bagus, sih. Relationship development antar tokoh utama-nya (Nino dan Nalia) natural (walaupun ga terlalu relatable, but then again ini sih karena emang saya-nya aja yang incel), like I imagine emang anak-anak terpilih usia awal 20-an yang hubungan sosialnya normal kalo flirting ya begini ini. Ga menye-menye, yang perempuan tetep strong, yang laki-laki ga bucin, hubungan mereka pun saling respect.

Konflik dan gengsi politik antar fakultas yang dibangun juga relatable (saya rasakan sendiri  di jaman saya kuliah, walaupun ga parah karena saya cenderung apatis lol), antara Teknik yang keras dan Kedokteran (Gigi) yang elit. Yang menarik, ketika anak-anak dengan pride tinggi itu 'dipaksa' untuk bersatu oleh keadaan, perubahan karakter mereka pun natural, ga dibuat maksa tau-tau berubah just for the sake of adjusting to the plot. Terkait karakter mereka yang mungkin terlalu idealis bagi beberapa pembaca yang sudah makan asam garam kehidupan, well, sekali lagi, ini mahasiswa. Mereka emang waktunya idealis, right? Even Budiman Sudjatmiko tahun 1998 pun galak kan?

Intensitas plot di novel ini termasuk yang tipe berkembang (what on earth is this term istg), maksudnya di awal cenderung biasa-biasa aja, lalu semakin ke tengah buku, mulai muncul ketegangan-ketegangan yang makin memuncak, dan menemui klimaks tepat sebelum closing dan revealation. Dari sekedar gontok-gontokan antar BEM fakultas, jadi perang antara mahasiswa vs sniper.

Buku ini emang sesuai dengan judulnya: notasi. Catatan pendek yang dibuat untuk mengingatkan akan sesuatu, yang adalah: Persatuan antar fakultas untuk tujuan yang sama, dikukuhkannya Radio Swaragama FM sebagai alat penghubung pergerakan, dan bagaimana tokoh utama mengenang ehem-ehemnya saat kuliah. :D

SEMI-SPOILER[!!!] Poin plus lagi dari saya, Morra Quatro ga ngasih ending yang happily ever after or imma sob and mop until ma prince charming come and get me ala ala drama Korea. She revealed her character true color, and later closed her story, in a realistic way, sehingga pas nutup buku masih ada relate-nya. Kerasa aja gitu kalau di dunia nyata emang ada banget situasi seperti itu, dan kadang-kadang people should just let it go and move away. Gausah dibawa baper.

The thing is...

I freaking expect this to be a historical novel macam 2 buku Leila S. Chudori yang udah saya baca. Padahal, ini sebenarnya adalah novel romance, yang kebetulan settingnya di sekitar tahun 1998 pas mau reformasi.

Kalau Pulang dan Laut Bercerita itu novel sejarah dengan bumbu romansa, Notasi ini novel romance, tapi ada bumbu sejarah. Proporsinya berbanding terbalik, jadi wajar aja kalo saya yang habis baca tiga (empat kalo sama re-read Rahasia Meede) buku novel sejarah yang intens nauzubillah, jadi agak melempem ketika baca buku ini, dan paste it with 'ga ada seru-serunya' big red stamp.

If only I did not set any expectation, I might enjoy this book to manage my bookish-o-meter from being overdeflated. Tahu sendiri kan, capeknya marathon baca buku series (I'm currently reading Illuminae, dan jujur bacanya lelah banget wkwk. Saya tulis deh reviewnya nanti kalau sudah selesai baca serinya). Buku ini ringan dan enjoyable, jadi enak buat nge-bridge batere kutubuku yang keforsir karena habis baca materi yang berat atau panjang.

But, DAMN ma brain. Karena ngarepin adegan berantem dan potongan adegan penuh nostalgia berat, saya jadi snooze off di awal-awal, sambil mikir "kok ini cinta-cintaan semua". My bad.

I won't hesitate to recommend this book though, terutama buat anak kuliah yang lagi aktif-aktifnya daftar dan sibuk di BEM. Soalnya buku ini bakalan relatable dan pas banget buat kalian. Kalian ga digambarkan se-menye-menye anak SMA, tapi juga ga se-menara gading wanita/pria karier main characters di metropop yang depressing oh-so-successful-kenapa-gue-gagal-banget-jadi-manusya.

Cuma nih, kalo kalian habis baca buku seberat Laut Bercerita misalnya, kalian jangan harapkan intensitas kehororan yang sama di novel ini. Beda genre guys.

Learnt my lesson though.


--
Buy your ebook here:

No comments:

Post a Comment