Jul 17, 2020

The Storm Runner: A Serpent-Legged Magic Runner

Ketika ia pikir hidupnya ga bakalan lebih sucks lagi (let's see: kaki cacat, jadi bahan bully, dan Ayah yang menghilang entah kemana), Zane Obispo belajar bahwa segala sesuatu bisa terjadi. Ia sempat mengira keberuntungan akhirnya berpihak padanya ketika seorang gadis cantik mengajaknya bicara. Namun, ternyata ia malah harus memenuhi sebuah ramalan kuno untuk melepaskan dewa kematian yang terpenjara di dasar sebuah gunung berapi, yang konon hanya dapat dilakukan ketika seorang Dewa melanggar perjanjian suci.

Orang sering bilang kan, jangan percaya pada perempuan cantik.

Eh, saya sudah bilang belum, kalau Zane bahkan tidak tahu menahu soal perjanjian dan ramalan brengsek itu?

Dan apakah saya juga sudah katakan, kalau Dewa bernama 'Puke' itu juga ingin membalas dendam dan menghancurkan seluruh dunia?



Satu lagi, fiksi per-dewaan yang diterbitkan Rick Riordan Presents yang nyangkut di reading list saya. The Storm Runner bercerita tentang seorang anak laki-laki yang terjebak dalam urusan politik dan gengsi dewa-dewa suku Maya yang maha kuasa. Those Mayan deities fucked up in the past, then a random chick unleashing prophecy assigning some poor bloke in the future to clean up for their mess and have the whole saving world burden above their shoulder.

Geez, I wonder why hadn't I grow bored with those same plot development yet.

Kenapa sih, dewa-dewa ini ga bisa hidup rukun-rukun aja. And can they please stop flirting with human, don't they know the power imbalance between two couple would left the woman hurt? Relasi kuasa!

Saya seneng banget melihat The Storm Runner mengikuti 'pakem' yang digunakan di buku Rick Riordan dan Pandava Series. Jennifer Cervantes mengeksploitasi penggunaan alur 'kesialan after kesialan after kesialan' (poin plus 1, I love seeing my character suffers) dengan gaya bercerita yang ringan (poin plus 2). Seperti halnya tipikal heroes di cerita fiksi, main character pasti impulsif dan acting without using any braincell. Like, who tf would believe someone you barely know insisting that you are supposed to free a prisoned maniac who will destroy the world?

But magic will draw you in regardless.


Okay, Mrs. Cervantes, you win.

Rick Riordan books in Mayan mythology, julukan ini bisa banget saya berikan kepada The Storm Runner. Karena dari tiga serial RRP yang sudah saya baca, serial inilah yang paling 'Rick Riordan banget'. Bukan berarti saya menuduh Jennifer adalah peniru, but I'd say she is as genius as Uncle Rick. Menariknya, di buku ini saya tidak (belum) merasa drawn in pada karakter manapun, yang berarti daya tarik buku ini benar-benar berasal dari aspek lain cerita. Story telling yang seru karena ditulis dalam format re-telling, penggambaran setting yang detail namun tidak overwhelming (bisa banget dibayangin), and a plot full of misfortune and twists, I guess. Alasan mengapa saya suka banget buku-buku Heroes of Olympus, half of it is because of the Perce-factor dari serial Percy Jackson yang rilis sebelumnya. And this book wins my approval despite having very little of that.

(I meant I did not feel that attachment most of the book. Because even I gotta admit that Zane closed his first quest in so-owo way)

Ini buku serial sih, sangat mungkin nanti lama-lama saya akan kepincut sama Zane. Or Hondo...kalau dia muncul lagi di buku berikutnya.

Pembebasan A-pooch yang ditawan ini agak mengingatkan saya pada plot di serial ke-2 Magnus Chase (The Hammer of Thor), dimana Magnus cs terlibat dalam pembebasan Loki (both gods are underground lord). Tapi untungnya, eksekusi ceritanya sama sekali tidak sama. To be fair, plot cerita fiksi emang begitu-begitu aja kan garis besarnya, apalagi ini memang sama-sama cerita tentang Dewa-Dewi. Selama eksekusinya unik dan menyenangkan, I don't see any point fretting about similarities.

(Saya mau ngomel dulu. Man, kenapa hampir semua God of Death harus jadi villain sih. Only in Papa Hades we trust)

Kalau karena satu atau lain hal kalian pengen drop buku ini di tengah jalan, trust me that you will have a pretty special ending. Endingnya, gimana ya istilahnya, not really mindblowing, but unconventional? Pokoknya jangan berhenti membalikkan halaman kalo kalian belum sampe Glossary. Itu aja.

Melalui The Storm Runner series, Jennifer berharap anak-anak di seluruh dunia, dengan segala insecurity dan self-esteem issues mereka, akan merasa terangkul dan terwakili oleh cerita yang ia tulis. Setelah membaca buku ini, saya lumayan terangguk-angguk dengan kekuatan hati dan ke-nekat-an Zane untuk melindungi semua orang yang berarti baginya, sekecil apapun kemungkinannya akan berhasil. Jika Zane Obispo bisa memperoleh approval dari wanita tua berusia menjelang 28, saya harap ia juga sanggup menginspirasi anak-anak lainnya.

Dengan dunia semakin gila, anak-anak perlu selalu diingatkan bahwa "keajaiban" mereka hanya sedang menunggu waktu yang paling tepat untuk hinggap ke tempat tidur mereka, sebelum menyambut Sang Tuan di pagi hari dengan senyumannya yang selebar samudera. Walaupun ga semua dari kita punya Ayah sekeren dan se-berkuasa Hurakan, tapi Zane dalam diri kita selalu menunggu untuk di"setrum" dan dibangkitkan.

If you wait long enough, your destiny will come knocking. Take it from me-someday, when you least expect it, the magic will call to you.

Sedikit catatan, saya menemukan beberapa celetukan dan istilah dalam bahasa Spanyol di buku ini yang mungkin bikin kalian yang belum terlalu biasa baca buku bahasa Inggris makin bingung. Saya sendiri ga terlalu terganggu dengan munculnya istilah-istilah itu, karena so far saya masih bisa mengira-ngira maksudnya dan sama sekali ga mengganggu alur cerita. Beberapa kata mirip dengan ramble para filo netijen btw. (guapo? gwapo? :D)

Do I recommend this book? Big fat YES.

PS:
You see, starting this post I'm going to review by book, instead of dumping all volumes in the series under one review. Tried once with Pandava quintet series and it was a subpar review.


--
Get your ebooks here:
amazon books (kindle)
google playbook

No comments:

Post a Comment