Aug 7, 2020

The Lunar Chronicles Part 2: Levana is a (Relatable) Jerk

Saya nulis judul review seperti ini karena emang sebel banget sama Levana...tapi somehow saya bisa ngerti kenapa dia bisa sejahat itu. Oh, spoiler alert, The Lunar Chronicles ini happy ending kok, no worries. Kai selamat, itu yang terpenting.

Might contain spoilers, if you have not yet reading the 1st and 2nd installment. My rambling about them here.


Buku 3 The Lunar Chronicles yang bertajuk Cress masih bercerita tentang bagaimana Cinder dan Thorne melarikan diri dari kejaran tentara Eastern Commonwealth. Kali ini ditemani Scarlet dan Wolf, mereka kontak-kontakan dengan Cress, programmer Lunar yang membocorkan motif sebenarnya Queen Levana untuk menikahi Emperor Kaito. Di awal buku, belum apa-apa rencana Cress untuk kabur dari petinggi Lunar ketahuan, dan tim kecil Cinder aka Princess Selene, aka the rightful queen of the Luna, akhirnya terpecah. Cinder fleed together with Wolf, Thorne stucked with the hacker, meanwhile Scarlet was kidnapped.

Dengan tanggal pernikahan Levana dan Kai yang sudah diumumkan, Cinder memutuskan bahwa satu-satunya cara menunda pernikahan itu adalah dengan menculik pengantin pria-nya. Ide brilian, dengan sedikit catatan tidak penting.

Satu, yang akan dia culik adalah kaisar Commonwealth dengan pengamanan seperti layaknya well... kepala negara.

Dua, Cinder masih jadi buronan dan harga kepalanya saja melebihi nilai Provinsi Jepang.

Tiga, Satu-satunya orang menemaninya, yang seharusnya cukup kompeten di Rampion sedang dalam mode shut down karena pacarnya diculik musuh. Iko does not counted,  since she was technically an aircraft. And that thaumaturge's guard? No way.

Empat, Bagaimana mereka menghadiri acara tanpa undangan?

Lima, Bukankah Kai marah pada Cinder karena telah menyembunyikan jati dirinya?

Cress berfokus pada bagaimana Cinder memecahkan lima masalah tersebut, dengan ending yang (comparatively) baik. Intinya, Kai berhasil diculik, dan pernikahannya dengan Queen Levana harus ditunda. Hurrah sorry not sorry about the spoiler.

Seperti judulnya, Cress juga berfokus tentang petualangan Cress sendiri, dari bagaimana ia ketahuan hendak kabur dengan Cinder (technically, it was Thorne), bagaimana ia terjebak di tengah-tengah padang pasir Sahara dengan Thorne yang kehilangan penglihatannya, dan bagaimana ia disadarkan bahwa Thorne ternyata tidak sehebat hasil stalking-nya. I am not writing all the interesting plot about her btw, so you should check the book out untuk tahu selengkapnya.

Buku 4, Winter, aka the thickest book out of the bunch is all things, dari Kai dikirim pulang, Kai dikirim lagi ke Luna, Kai menikah, Kai this and Kai that. Yay so much Kai! Karena emang bukunya tebel banget tbh, paling capek pas nyelesein ini jujur aja.

Bukan cuma karena halaman dan plotnya banyak, tapi juga karena lumayan dragging. Saya ngerasa kalo tokoh Princess Winter ini ga banyak bawa meaning buat plot cerita, selain memberi sedikit twist di buku Cress dan tambahan warna ke penokohan Levana dan Cinder sendiri, either sebagai Ibu tiri yang keji (oh-so-typical) dan long-lost sepupu yang baik. Bawang Putih dan Bawang Bombay banget emang. Anyway, saya malah ngerasa kalau Jacin, long-life friend dan guard  dan "pacar" Winter malah lebih "kepake" dalam plot. 

Terlepas dari drama perWinter-an di volume ini, plot yang ditulis Meyer di buku terakhir ini sangat-sangat padat. Secara semua tokoh, semua sudut pandang, semua kejadian, semua rahasia tumplek blek diselesaikan di buku ini. Dari 97 chapter, part yang bener-bener klimaksnya paling cuma sekitar sepuluh chapter terakhir, dimana lima backmost nya cuma ending cantik-cantik aja dari masing-masing character baik (karena karakter jahatnya udah habis) : Scarlet/Ze'ev - Cinder/Kai - Cress/Thorne - Winter/Jacin - Cinder/Kai.

Spoiler: adegan klimaks dimana Cinder dan Levana bener-bener head on head ada di chapter 89 dan 90. Kalo ga sabar ke adegan tembak-tembakan dua kubu langsung kesana aja. Or just stop there kalau udah ngantuk banget, walaupun saya ga nyaranin opsi ini karena ending masing-masing tokoh ga buruk kok. Fairytale-ish, tapi tetep cantik dan purposeful.

Balik lagi ke judul, tentang Queen Levana. Saya sangat memahami bagaimana Levana bisa jadi paranoid, insecure dan bengis. Saya belajar, bagaimana orang-orang yang terlihat ga beres, sakit, ga bener, bisa jadi punya masa lalu yang ga kita tahu, ga kita lewati. Kalau kita mengalami apa yang mereka rasakan (yang membuat mereka jadi apa yang kita lihat), sangat mungkin kita akan menjadi orang yang sama. Somehow she reminds me of Oh Hyesang character di drama MBC 내딸, 금사월. Jahatnya nauzubillah, tapi kalo dilihat lagi sebenernya dia kasihan juga.

Walaupun tetap, kejahatan adalah kejahatan. Apapun rasa sakit yang melatarbelakangi segala rasa pahit dan kebencian, keputusan apakah kita akan nyemplung ke minyak jelantah atau bergantung mati-matian di tepi bahaya biar ga sampe harus masuk lubang neraka, semuanya ada di tangan kita.

Mungkin ini klise dan teori doang, tapi kita bisa aja memilih jalan lain yang ga membawa kekotoran bagi orang lain. After all, pada akhirnya kita juga kan yang akan menelan pil pahit dari bibit busuk yang kita tanam.

"No, little niece. You are much more like me. Willing to do anything to be admired. To be wanted. To be queen,"

"I'm not like you, either. I'm doing this because you've given me no choice. You had your chance. You couldn't have just been fair. Been a good ruler who treats her people with respect..."

--
You can get your copy here:
The Lunar Chronicles #3 - Cress
- Google Playbook
- Amazon (Kindle)

The Lunar Chronicles #4 - Winter
- Google Playbook
- Amazon (Kindle)


No comments:

Post a Comment