Aug 20, 2020

Paola Santiago and The River of Tears: POC version of "Setan Ibu"

I've read too much of mythology fictions up until this point that I might be able to come up with a whole fanfiction consisting all villains in each books trying to kill or date each other.

Yep, another RRP coming to my list and occupy my free time.

 

Paola Santiago and the River of Tears bercerita tentang seorang anak perempuan yang memiliki banyak komplain terhadap hidupnya: Mamanya yang miskin, Mamanya yang single parent, dan Mamanya yang percaya takhayul. Kok bisa sih, anak juara lomba sains seperti dia harus dibesarkan oleh Ibu yang untuk menentukan pilihan saja harus berkonsultasi pada formasi kartu tarot?

Bagaimana bisa, anak yang hampir masuk SMP seperti Pao mempercayai hal-hal seperti hantu, monster, dan arwah penasaran? Mereka kan, tidak ada dasar ilmiahnya.

Exactly when you think you're all correct, the universe decided to have a little laugh and prove you otherwise. Emma Lockwood, sahabatnya, menghilang ketika janjian untuk stargazing bersamanya dan Dante, persis di lokasi menghilangnya Marisa Martinez setahun lalu. Di tengah kekacauan karena penyelidik yang menyebalkan dan saksi yang kurang, Pao kembali mengalami mimpi-mimpi aneh, tentang makhluk yang berpendar hijau dan suara-suara yang memanggilnya. Ketika ia mengendap-endap keluar dari rumah dan 'menculik' dante untuk ikut bersamanya mencari Emma, nenek Dante malah menyuruh mereka untuk pergi ke sungai berbahaya tersebut... untuk... apa?

Saya biasa membaca buku yang plotnya roller coaster, dimana saya tidak perlu bersabar-sabar untuk menangkap si cerita ini sebenarnya mau dibawa kemana. Percy Jackson dan Harry Potter misalnya, tokoh utama cerita sudah mengalami hal-hal aneh right at the beginning of the story. Percy sudah bercerita tentang masalah-masalah aneh yang ia buat di sekolah dan bagaimana ia kesulitan membaca alfabet (untungnya, ia tidak buruk-buruk amat dalam pelajaran bahasa Latin). Harry diantar oleh orang aneh bermotor terbang, bersama orang bertopi runcing yang mengobrol dengan seorang wanita yang bisa berubah wujud menjadi kucing, di bab 1. Penulis langsung lompat ke dalam cerita tanpa tedeng aling-aling, sembari membuka sedikit-demi sedikit mengenai siapa tokoh utama sebenarnya, bagaimana kehidupan mereka along the way. Pembaca memahami hidup si tokoh utama dari cerita yang mengalir dengan setting dan ketegangan yang berbeda-beda.

Tehlor Kay Mejia berbeda. Di bab satu, ia bersikukuh untuk memberi konteks mengenai siapa Paola, bagaimana ia hidup, dan apa saja yang ia benci. Memang ia menuangkannya dalam cerita, tetapi saya ga paham apa perlu menulis dua bab penuh mengenai bagaimana Pao, Dante dan Emma bermain di tepi sungai dan bagaimana Pao merasa kesal dengan hidupnya. Bahkan cerita hilangnya Emma pun baru muncul di awal bab 4. Mungkin Tehlor orangnya analytics kayak saya, ya. Saya orangnya harus rempong dulu di awal, ngejelasin definisi dan tujuan dll, baru bisa lancar ngobrol. Padahal most people ga terlalu mentingin itu kan. Mirip seperti penulisan buku ini, dimana banyak plot filler yang tidak terlalu berarti untuk cerita, selain menjelaskan mengenai si tokoh utama.

Saya lihat perkembangan mission dituliskan cukup baik, dari pertemuan mereka dengan monster anjing separuh kadal, pertemuan mereka kembali dengan Marisa Martinez, orang yang sering merendahkannya dulu yang ternyata berubah menjadi "heroes" (really?), lalu Dante yang bersikukuh untuk membantu Marisa di saat Emma masih membutuhkan pertolongan mereka (the very reason why they ended up there, remember?). Belum lagi otak Paola yang masih belum bisa mencerna segala keanehan-keanehan tidak scientific di sekitarnya. Semua berujung pada klimaks dimana Paola harus menghadapi the real queen of vile, La Llorona sendirian. Tapi, karena saya udah drained dari awal karena harus membaca detail-detail yang 'ini maksudnya mau kemana sih', saya tetep ngerasa perkembangan plotnya agak dull bahkan ketika Pao sudah bener-bener menjalankan misi.

Atau mungkin karena saya orang Indonesia, tahunya hantu-hantu dan siluman lokal dari Tante S, Mbak K sampe Om P, jadi saya tidak terlalu relate dengan horor yang dibawa oleh sosok  La Llorona, hantu seorang Ibu yang mencari-cari anaknya. Hantu ibu di sini kan digambarkan berambut panjang kusut mengerikan, darah dan belatung dimana-mana, dan menghilang mengenaskan ketika dibacakan ayat kursi. Sama sekali ga ada cantik-cantiknya, bertolak belakang dengan hantu yang digambarkan author. Walaupun mungkin sama powerful dan terrorizing-nya bagi masyarakat yang ter'hantu'i.

Seri kedua dari buku ini akan launching pada Summer 2021, tetapi saya ga yakin akan baca. This book just doesn't pull me in, even though I'm not sure what or why.

 

Get your own ebook copy here:

- Amazon (kindle)

- Google Playbook

No comments:

Post a Comment