Oct 26, 2020

Review Amba: Kobaran Romansa di Tengah Genangan "Merah"

Cover Amba (Indonesian & English version)

Novel Amba dibuka dengan seorang perempuan yang sekarat di rumah sakit kecil di Pulau Buru. Amba, perempuan yang ditusuk itu, ditemukan bersimbah darah di atas sebuah makam karena ditusuk oleh Mukaburung, istri sah pria yang dikubur. Ketika ia mengetahui bahwa Mukaburung, perempuan luar wilayah yang "dijual?" ke "kepala adat?" hendak diproses hukum, Amba bersikukuh untuk membebaskan perempuan itu. Di tengah-tengah debat kusir mereka dengan petugas polisi, seorang pendekar asli pulai bernama Manalisa muncul dan akhirnya membantu pembaca menjelaskan tentang kehidupan dr. Bhisma Rashad, lelaki yang dicari, selama di kamp tahanan politik PKI (tefaat) di Pulau Buru.

Bagian kedua bercerita mengenai flashback hidup Amba. Sebagai anak perempuan pertama, ia tumbuh dengan cerdas dan cekatan bersama dua adik kembarnya yang cantik. Lulus SMA, orang tuanya berniat menjodohkan Amba dengan Salwa, laki-laki baik-baik dan apolitis yang mereka temui di Yogyakarta. Namun, ketika Salwa harus dipindahtugaskan ke Surabaya dan Amba pergi ke Kediri untuk menjadi penerjemah, Amba bertemu dengan Bhisma Rashad, dokter lulusan Jerman yang akhirnya ia cintai. Kisruh politik antara PNI-NU-PKI membuat perjalanan cinta Amba semakin memanas, karena Bhisma ternyata banyak berhubungan dengan "orang-orang kiri". Ketika mereka sedang berada di sebuah acara haul (mengenang?) seorang tokoh kiri yang menghilang, tentara Republik datang memporak-porandakan acara, dan mereka terpisah selama 40 tahun bersama bayi yang dikandung Amba.

The beginning kicked off pretty convincingly, tetapi semakin ke belakang ternyata plotnya semakin didominasi oleh clusterfuck of emotional description of what the main character thought and feel. Bagi saya yang biasa baca novel yg fast-paced dan plot-driven, penulisan yang character driven ini terasa sangat membosankan. Ada banyak sekali detail-detail sentimentil dan emosional yang...mungkin memang dituliskan untuk mengajak pembaca untuk lebih memahami Amba. Niatnya baik, tetapi agak terlalu too-much-information buat otak saya, dan jujur ga bisa membuat saya semakin memahami ataupun relate ke tokoh Amba. Semacam, iya saya tahu Amba orangnya kuat dan akhirnya menemukan cinta, so what?

Bagian 3 hanya melanjutkan cerita bagian pertama, dimana Amba akhirnya memutuskan untuk bercerita kepada Samuel mengenai Bhisma, termasuk cerita mengenai kematiannya. Bagian 4 (this is the most boring section I swear, but take my opinion with a grain of salt) berisi tentang cerita langsung dari Bhisma, yang dituliskan dalam surat-suratnya kepada Amba yang tidak pernah ia kirimkan. Just pretty much the same version as the 3rd section, cuma beda point of view aja. Bagian 5, cuma fast forward dimana Samuel bertemu dengan anaknya Amba. Nothing special either, walaupun cukup berhasil menjadi ending yang manis.

Namun, saya tetap perlu memberi applause terhadap detail-detail sejarah "Pemberontakan PKI" sampai permulaan Orde Baru, yang disajikan secara natural sebagai setting cerita. Penulis menggambarkan dengan cukup real, betapa riuh dan mencekamnya perang saudara yang terjadi antara kubu PKI dengan kubu PNI-NU di beberapa kota (termasuk Kediri) di hari-hari terakhir sebelum kejadian G30SPKI, serta penyerangan-penyerangan yang dilakukan tentara beberapa hari setelah kejadian. "Simpatisan PKI" di buku ini diceritakan berakhir di Pulau Buru, dimana mereka dihukum kerja paksa ("dimanfaatkan") untuk membangun pulau, membuat sawah dan infrasturktur, dll, termasuk Bhisma.

Untuk novel yang diberi judul dengan sebuah nama orang seperti ini, sepertinya memang sudah benar untuk menuliskan setiap naik turun emosi yang dialami para tokoh, terutama Amba sebagai tokoh sentral. Pikiran manusia kan memang kompleks, jadi ya bisa dimengerti sih kalau para penulis banyak menggali konflik dari aspek tersebut. Saya aja yang kebetulan ga bisa appreciate keindahannya :D.
 
Agak TMI, ngomong-ngomong satu hal yang cukup menampar saya dari karakter Amba adalah, betapa ia benar-benar mandiri dan tahu apa yang dia inginkan. Ia nekad pergi ke Kediri untuk bekerja, sekalipun ia tahu bahwa tempat tersebut berbahaya. Ia tahu ia menginginkan Bhisma, walaupun ia sudah punya tunangan. Hal-hal kecil tersebut lumayan menyentil saya secara pribadi, karena sebagai perempuan yang mengaku mandiri, saya hanya duduk menunggu nasib, haha.

Oh iya, buku ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul "The Question of Red" dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.
 

Rating: 3 / 5

mungkin bisa lebih kalau kalian suka bacaan yang character-driven

---
Get your ebooks here:

- Google Playbook: Indonesian version | English version

- Amazonbook (Kindle): English version

No comments:

Post a Comment