Nov 3, 2020

Dee's Hunger Games Review

TW: Violence, blood, murder, mental manipulation, mental trauma

Pengalaman saya membaca buku dengan setting high-fantasy sangat bisa dihitung jari. Sepertinya ini baru judul keempat yang saya mulai, setelah Divergent, Maze Runner, dan Illuminae. Lagi-lagi saya telat sekian tahun untuk nyemplung ke satu "fandom". Tahun 2020 udah mau selesai baru review The Hunger Games? :"D

The Hunger Games Trilogy - cover


Saya memulai membaca serial ini tanpa ekspektasi sama sekali. Yang ternyata berbuah manis, karena serial ini ternyata memang worth the hype. Dari tema buku sendiri sudah menarik, walaupun ga jauh-jauh beda dari dystopian fantasy novel yang sudah pernah saya baca. Story telling cukup plot-based, walaupun ternyata tidak menjamin bahwa perkembangan plot tidak dragged -- setidaknya di akhir trilogi.


Book 1 - The Hunger Games


Buku pertama bertajuk The Hunger Games, ternyata cukup page-turner bagi saya. Tanpa banyak ba bi bu, halaman pertama langsung menceritakan tentang reaping day, dimana warga District yang cukup umur diundi untuk menjadi peserta, tribute, dalam permainan bertahan hidup tahunan (annual survival show) yang diselenggarakan oleh Capitol, The Hunger Games. Katniss Everdeen dan Gale Hawthorne, keduanya sudah cukup umur untuk mengikuti permainan, bahkan memiliki peluang lebih besar karena mereka telah mendaftarkan diri untuk menambah lotre yang mereka miliki di dalam undian sebagai bayaran atas sedikit bantuan pangan (tesserae).

Against all odds, akhirnya terpilih dua tributes dari District 12: Katniss Everdeen dan Peeta Mellark. Keduanya tidak pernah saling mengenal kecuali satu waktu dimana Peeta melemparkan roti yang hangus ke arah Katniss yang kelaparan. Namun, mereka akhirnya harus menjalani kisah cinta settingan untuk mendapatkan sponsor dan advantages yang akan sangat menguntungkan mereka ketika permainan berlangsung. Masalahnya, hanya ada satu pemenang, dan Katniss telah berjanji pada Prim, adiknya yang hampir terpilih menjadi tribute, untuk memenangkan pertarungan ini...

Alur di buku ini tergolong cepat, ga banyak emotional drama. Konten emosional yang muncul hanya berupa penjabaran wajar mengenai bagaimana sih, perasaan orang yang baru saja menyerahkan diri untuk menjadi peserta survival show. Bagaimana konflik batin yang dihadapi Katniss ketika ia harus berpura-pura saling jatuh cinta di saat ia pada akhirnya harus membunuh "pacar"nya agar bisa pulang. Juga bagaimana "rekan"nya harus terbunuh ketika sedang menjalankan sebuah misi jebakan, yang ternyata berbalik menyerang mereka sendiri.

Perkembangan romance di buku ini ditulis dengan tidak biasa. Kisah kasih Katniss dan Peeta dibangun dari kepura-puraan dan keputusasaan, tetapi somehow masih make sense karena memang nyawa mereka sedang menjadi taruhannya. Namun, unsur action (dengan sedikit violence, gore, blood, hence above TW) nya masih cukup dominan, sehingga sangat menyenangkan dibaca bagi anti-romance seperti saya. Emosi yang dihadapi Katniss, dari hampa, terkejut, pasrah, nothing to lose, sampai "jatuh" cinta, semua dituliskan dengan pas, tidak overpower dan overdrag alur cerita.

Ending memang dituliskan agak "menggantung". Tetapi untuk ukuran buku yang dituliskan dalam trilogi, penutup cerita seperti ini cukup memberikan porsi yang seimbang antara finality of first adventure, dengan continuation to next part of the story.

Rating: 4 / 5



Book 2 - Catching Fire


Note: You might want to skip this review if you haven't read with the preceding book, The Hunger Games


Setelah memenangkan The Hunger Games ke-74, Katniss dan Peeta kembali ke hidup mereka sebelumnya: tanpa romansa, tanpa interaksi selain yang benar-benar diperlukan. Tidak ada yang benar-benar berubah dari hidup mereka sebelumnya, selain kekayaan dan kehormatan yang mereka terima sebagai pemenang, serta trauma batin yang kini tertanam di dalam diri mereka.

Namun, diam-diam kemenangan mereka telah memicu benih revolusi di hati para warga Distrik. Bagaimana Katniss dan Peeta memberontak Gamemakers di akhir permainan dengan mengancam bunuh diri dengan berry beracun, telah meyakinkan warga Panem bahwa mereka pun bisa melakukan perlawanan atas dominasi dan tirani Capitol yang telah berjalan selama ini. Burung mockingjay, simbol yang digunakan Katniss selama permainan, akhirnya menjelma menjadi simbol pemberontakan. Presiden Coriolanus Snow tahu akan perkembangan ini, dan mengancam Katniss untuk "bekerja sama", jika ingin orang-orang yang disayanginya selamat: dua anggota keluarganya yang tersisa, dan Gale Hawthorne.

Katniss akhirnya bertekad untuk mendukung pemberontakan warga District 12, dengan risiko melepaskan statusnya sebagai pemenang dan kembali membahayakan orang-orang terdekatnya. Namun, Capitol ternyata semakin mengencangkan pengawasan mereka terhadap semua Districts, dan tiba-tiba saja mereka menetapkan bahwa peserta The Hunger Games ke-75 akan diambil dari para pemenang Hunger Games. Katniss kembali terpilih, sedangkan Peeta akhirnya mengajukan diri menggantikan Haymitch Abernathy, pemenang Hunger Games ke-50 dan mentor mereka yang namanya sempat terpilih.

Saya agak pesimistis ketika pertama kali membaca buku ke-2 ini. Bagian awal cerita penuh dengan struggle Katniss untuk memilih antara Gale atau Peeta. Konflik internal Katniss ini memang bisa diartikan sebagai dilema antara 2 hal: masa depan yang aman vs mencapai cinta sejati, dan antara Capitol vs District 12. Tetapi pendekatan yang diambil terasa agak menye-menye dan didominasi oleh struggle internal. Cukup kontras jika dibandingkan dengan Buku pertama yang sangat straightforward, less emotional drama.

However, dari dragged emotional sommersault di bagian pertama, kita bisa menggali banyak di balik dilema-dilema yang dialami Katniss. Struggle yang terjadi di masa-masa awal pemberontakan, power play antara Capitol dengan District. Bagaimana tahap awal dari pemberontakan mulai terpicu, dan bagaimana penguasa bertekad untuk menggunakan segala cara untuk menunjukkan bahwa keadilan hanya layak diatur oleh penguasa. Serta bagaimana struggle pelaku terhadap pemberontakan itu sendiri,apakah memang ini yang mereka inginkan?

Ketika Capitol akhirnya memutuskan bahwa para pemenang game harus menjalani kembali proses reaping dan bermain dalam Hunger Games berikutnya, otak saya langsung "THIS IS IT! INI BARU HUNGER GAMES!"

The Hunger Games 2.0. akhirnya baru dimulai pada paruh kedua buku. Pretty much mirip-mirip seperti pada Hunger Games di buku 1. Karena para peserta sudah mulai berumur, adegan bunuh-bunuhan antar peserta tidak seintens Hunger Games sebelumnya. Namun, yang membuat buku kedua ini terasa berbeda adalah, bagaimana Katniss dan Peeta mulai memasukkan agenda pribadi masing-masing ke dalam motivasi mereka untuk menang: Peeta ingin Katniss selamat, begitu pula Katniss yang merasa inilah saatnya untuk membalas semua pengorbanan yang dilakukan Peeta selama Hunger Games ke-74, sekaligus membayar kesalahannya pada Peeta. Konflik batin yang sudah dibangun sejak awal permainan ini cukup memberi tambahan ketegangan, yang syukurnya tidak sampai membuat perkembangan the 75th Hunger Games itself jadi dragged.

(Yah, setidaknya bagian ininya cukup oke, walaupun keseluruhan buku sebenarnya sudah dragged di awal)

For those strong enough to read until the end, ada surprise di akhir cerita. A good plot twist, which make it ideal to dwell to the third book right away.

Rating: 3.8 / 5


Book 3 - Mockingjay


Note: You might want to skip this review if you haven't read with the preceding book, Catching Fire



Buku kedua ditutup dengan revealance bahwa banyak victors dan official The Hunger Games ternyata adalah bagian dari rencana pemberontakan terhadap Capitol. Katniss berhasil diselamatkan, namun Peeta masih disandera oleh Capitol. Katniss dibawa ke District 13 yang ternyata selama ini masih berjalan independen, karena Capitol telah menghancurkan District 12 menjadi abu. Ia menjalani pengobatan atas luka fisik dan mental yang ia derita, setelah dua tahun berturut-turut terjun dalam arena permainan hidup mati.

Namun, rencana pemberontakan tetap berjalan, dan Katniss akhirnya harus berperan sebagai "wajah" dari pemberontakan. Ia kembali harus bekerja dengan Haymitch, meskipun dalam suasana ketidakpercayaan dan kekecewaan karena Haymitch lagi-lagi berbohong kepadanya tentang Peeta. Kali ini Katniss harus bertindak sebagai face of the rebellion, berkeliling dari satu distrik ke distrik lainnya untuk mendulang dukungan dan membuat video propaganda. Ia bahkan tidak ikut berperang, namun wajahnya muncul dimana-mana. 

Konflik batin Katniss semakin pelik ketika akhirnya Capitol menyiarkan video counter-propos, dimana Peeta secara terbuka meminta Katniss dan kubu pemberontak untuk menghentikan serangan. 

Kemudian muncul pertanyaan, sampai kapan ia harus bertindak hanya sebagai wajah, face dari pemberontakan, tanpa punya kesempatan untuk menghabisi Presiden Snow yang telah menghancurkan hidup keluarganya? 

Ia juga kembali harus memilih, apakah ia benar-benar harus melakukan semua ini dan mengorbankan banyak orang yang tidak bersalah? 

Lalu, apakah mereka akan membiarkan Peeta ditahan dan entah diapakan, sementara "kekasih"nya memimpin pemberontakan? 

Gale or Peeta?


Untuk cerita yang menjanjikan pemberontakan di awal (dan akhir buku 2), the actual rebel actually didn't even start until the last third of the book. Most of the book 3 actually told us about rebellion preparation, which barely counted as one karena bolak-balik isinya hanya syuting, Katniss mikirin Peeta, betapa Katniss dan her fellow victors are struggling, and how she think she's DONE with Peeta. Semakin kita membolak-balik halaman buku, cerita yang ditampilkan memang semakin menegangkan. Namun, walaupun saya jelas ga bisa katakan bahwa buku ini jelek (with all that twists and turns? definitely not ugly), tapi jujur saya merasa agak tertipu oleh "teaser" yang diberikan di akhir buku 2, haha.

Suasana, setting klimaks cerita yang membawa ke actual rebellion scene nya cukup mencekam, sehingga lumayan "menolong" adegan klimaks yang terkesan 'hah, gitu doang'. Dengan perkembangan plot yang semakin intens, ending yang dituliskan oleh author cukup manis: all bad guys are dead. Walaupun tentunya luka batin dan trauma kehilangan yang sudah terlanjur dalam tidak akan semudah itu sembuh hanya dengan satu anak panah dendam terakhir.

Jadi, team Katniss x Gale atau Katniss x Peeta? :D

Rating: 3.8 / 5


Overall rating: 3.9 / 5


---

Get your ebook here:

- Google Playbook: Book 1 | Book 2 | Book 3
- Amazonbook (Kindle): Book 1 | Book 2 | Book 3

No comments:

Post a Comment