Saya biasanya bisa gercep nulis review tentang suatu buku. Tapi ketika saya menyelesaikan buku Rick Riordan, otak saya rasanya buntu. Terutama saat ini, ketika buku terakhir Trials of Apollo sudah saya selesaikan, dan saya sudah resmi benar-benar berpisah dengan Camp Half-Blood Chronicles. Mengetahui petualangan saya bersama dewa-dewi menyebalkan akhirnya berakhir, hati ini rasanya kosong.
Anyway, setelah melewati berpuluh-puluh kali siklus bengong, mengetik, dan menghapus, akhirnya review ini jadi juga.
Mulai dari kesan saya terhadap keseluruhan serial aja, kali ya.
The Trials of Apollo
The Trials of Apollo - all covers |
The Trials of Apollo bercerita tentang Apollo (dewa matahari, pemanah, musik, sastra, dan medis) yang dihukum Zeus karena salah seorang keturunannya, Octavian, berada di pihak yang salah ketika perang akhir dengan balatentara Gaia. Ia diturunkan sebagai Lester Papadopoulos, manusia 16 tahun dengan gelambir perut, jerawat hormonal, bau badan, dan (tentu saja) tanpa kekuatan dewa. Di tengah-tengah rasa frustrasinya bahwa ia berakhir menjadi pesuruh dari Meg, gadis aneh dua belas tahun, Lester menemukan bahwa kehidupan para pembaca, pemicu, dan penentu masa depan (Oracle) sedang di ambang krisis. Namun, sebelum ia bisa menyelamatkan Oracle paling berpengaruh yang disandera Python, mereka harus lebih dahulu mengalahkan tiga kaisar terbengis Romawi kuno yang berencana untuk mengambil alih dunia dari kekuasaan the Olympians.
Hal yang menurut saya menarik dari serial ini adalah, bagaimana Apollo sebagai the epitome of deities smug-ness dipaksa untuk merefleksikan dan merenungkan kembali bagaimana menyusahkannya ia selama menjadi dewa. Dengan segala keterbatasan sebagai mortal, ia tidak punya pilihan lain selain benar-benar berusaha menyelesaikan sendiri masalah di hadapannya. Ia belajar bagaimana caranya hidup saling menguatkan, bagaimana berbagi, dan bagaimana bertindak semata-mata karena hal tersebut berharga dan worth fighting (dying) for. Melalui lima buku The Trials of Apollo (TOA), Uncle Rick mengubah sifat Apollo yang sangat self-centered menjadi lebih "manusia".
"When you're a god again, remember. Remember what it's like to be human"
- Jason Grace, Trials of Apollo #3 - The Burning Maze-
TOA masih dirangkai oleh storytelling khas Om Rick yang ringan dan menyenangkan. Di buku ini tidak ada karakter sekuat dan se-sarkastis Percy, tetapi keberadaan Meg yang ceplas-ceplos dan bossy (in a cute twelvish-years old way) cukup mampu mengangkat mood cerita dan menyeimbangkan karakter Lester (Apollo) yang gloomy, depressed, and full of complaints. Heroes kesayangan fans dari dua seri Camp Half-Blood sebelumnya (the Argo II crews) juga dimunculkan lagi di serial ini sebagai cameo, sehingga lumayan membangkitkan nostalgia dan rasa sayang kepada tokoh-tokoh yang sudah mendampingi fans selama 5 (10) buku. Sepanjang serial ini, Uncle Rick juga masih menggunakan pakem lamanya dalam merangkai plot: to make his characters as miserable as possible.
The Tower of Nero
The Tower of Nero dibuka dengan perjalanan kereta Lester dan Meg ke New York, tempat dimana kastil milik kaisar Romawi terkuat, sekaligus orang tua angkat Meg, Nero, berada. Dengan bantuan Luguselwa, wali (guardian) Meg, mereka berencana memperdaya Nero dengan berpura-pura menyerahkan diri, untuk mengalihkan perhatian sang kaisar bengis dari rencananya meluluhlantakkan seisi kota New York dengan Greek fire. Di buku ini, Apollo dan Meg dibantu oleh Nico di Angelo, Will Solace dan penghuni kabin Apollo, serta Rachel Elizabeth Dare sang priestess of Delphi.
Seperti karya Rick Riordan lainnya, buku ini menumpahkan isinya dengan formula yang sama: you have a problem, here is the physical and emotional impact, you go solve it, congratulations, enjoy this next disaster! At this rate, I don't know if this constant is good or bad, considering the bar is soaring up high already from the very beginning. Saya udah terlanjur ngefans, sehingga saya malah kesulitan untuk menilai buku ini secara objektif.
Nevertheless, saya akan coba membahas buku ini dalam posisinya sebagai buku pamungkas dari serial yang sudah berjalan selama 15 tahun.
Dalam 10 buku sebelumnya, fans sudah cukup banyak diperlihatkan betapa self-centerednya The Olympians. Di saat balatentara Titan Kronos berhasil dikalahkan melalui serial pertama, Gaia dikalahkan di serial kedua, somehow The Olympians masih tidak tersentuh. Padahal, sifat Kronos, Gaia, dan The Olympians sebenarnya tidak jauh berbeda. Hanya karena mereka berada di sisi main characters, bukan berarti mereka lebih mulia, bukan? Uncle Rick berusaha untuk membenarkan ke"tidak adil"an ini melalui empat buku TOA. Setelah melihat banyak pengorbanan dan kematian di empat buku sebelumnya, bagaimana Apollo menghadapi kaisar terbesar dan his final nemesis di buku ini?
Sebagai buku penutup, sebenarnya saya berharap bahwa this book, this WHOLE book, akan menjadi klimaks dari 15 tahun petualangan bersama Camp Half-Blood. Ekspektasi saya sangat tinggi karena 14 buku sebelumnya memang sebagus itu. The thing is, Uncle Rick menulis buku ini just like how he did in his previous 4 TOA Books. Not that it's bad. Sebenarnya buku ini bagus, dengan plot yang action-packed dan full of emotional scene. Tiap-tiap karakter juga mendapatkan peran yang kurang lebih seimbang, ga ada yang filler-filler banget (walaupun kalau yang ini sih mungkin karena hampir semua karakter udah saya kenal, sehingga kalaupun ternyata peran mereka minim, saya gak ngeh karena terkubur oleh nostalgia, haha). Cuma karena ini adalah buku pamungkas, I might have put an unnecessarily high expectation on this book.
Dee still have a ridiculous expectation toward her books -_-
But I guess it did well as a final 15-years running series?
Apollo did keep his promise to the late Jason Grace. Apollo belajar bagaimana menjalani sisi terhormat manusia: menyelesaikan masalahnya sendiri, tidak menyerah sampai akhir, dan berani berkorban untuk orang-orang yang berharga. Ia belajar untuk percaya pada orang lain -in noble context of course. Character development yang benar-benar drastis oleh Apollo ini telah menutup perlakuan "injustice" menguntungkan yang diterima oleh The Olympians -- bahwa ternyata mereka juga tidak dibiarkan lepas begitu saja atas kesewenang-wenangan mereka kepada mortal. Setidaknya Apollo, sebagai representasi kehura-huraan Dewa-Dewi, pada akhirnya membayar semua perbuatannya dan berubah menjadi dewa yang -- setidaknya belajar.
Kronos? Checked
Gaia? Checked
The Olympians? Also checked
Pada akhirnya, Camp Half-Blood chronicles mengajarkan pada anak-anak untuk meniru sifat-sifat baik dari manusia:
Sally Blofis (nee Jackson): kasih sayang yang tidak membeda-bedakan
Percy Jackson: There's never a too much loyalties
Annabeth Chase: Kekuatan super sehebat apapun pada akhirnya akan bisa dikalahkan oleh kepala dingin dan strategi jitu
Leo Valdez: Happiness will find you in the end, if you stay alive. Just stay alive.
Piper McLean: kalian tetap bisa berpegang teguh pada apa yang kalian yakini, sekalipun kalian ga tahu apakah kalian berpegang pada kebenaran
Jason Grace: Live gracefully
Hazel Levesque: Sejatoh apapun kalian fucked up dan being fucked up in the past, kalian akan bisa bangkit kalau kalian menemukan orang yang tepat untuk berbagi cerita
Frank Zhang: Life to your fullest, meskipun hidupmu pendek
Reyna Avila Ramirez-Arellano: Life to the fullest, dan berani memilih jalan hidup yang baru
Nico di Angelo: (tau ah aku sayang banget sama nico mmmmwa)
Apollo: Sebangsat apapun kalian selama hidup, kalian selalu akan menemukan momen untuk belajar dan berubah
Rating: 4.5 / 5
Thank you for the awesome 15 years, Uncle Rick!!!!!
---
Get your ebook here:
No comments:
Post a Comment