Oke ngaku. Maksudnya empat manga olahraga yang saya baca. Emang cuma empat bijik ini doang so far yang saya sanggup selesaikan, heheh.
Di akhir 2020, saya lagi-lagi keranjingan baca manga. Sempet ikut reading club di bulan September, ternyata saya ga tahan sama tuntutannya untuk tiap hari setor jumlah halaman buku yang dibaca (cuma 10 halaman per hari sih, tapi ternyata saya bener-bener ga suka diatur-atur untuk hobi hahah). Buat pelampiasan, akhirnya saya balik ke manga dan anime.
Akhir-akhir ini saya lagi balik lagi ke sport manga. Bagi saya, genre ini adalah salah satu genre yang paling pas, dimana saya bisa dapet hampir semua hal yang saya butuhkan dari suatu bacaan visual. Visual dapet, plot dapet, drama dapet, thrill dan deg-degan juga dapet. Kadang-kadang bahkan dapet bonus ilmu-ilmu baru seputar olahraga tersebut. Saya ga terlalu banyak ngikutin manga (atau anime), tetapi genre sport ini adalah genre yang lumayan banyak saya ikutin. Yes, empat ini udah lumayan banyak karena waktu saya memang habis buat catch up Detective Conan yang jumlah serinya udah lebih banyak dari halaman Al Quran.
1. Kuroko no Basket (Kuroko's Basketball)
Serial ini menceritakan tentang Kuroko Tetsuya, siswa kelas satu SMA Seirin yang pernah bersekolah dan berada di satu tim bersama lima pemain basket terhebat SMP yang dijuluki "The Generation of Miracles". Sebagai tim SMP terbaik, anak-anak berbakat ini langsung menjadi rival satu sama lainnya ketika mereka tidak lagi melanjutkan ke SMA yang sama. Sebagai "anggota bayangan", kemampuan Kuroko adalah bermain basket tanpa terlihat, sehingga sangat berguna untuk mengecoh lawan dan membuatnya bebas bergerak dan mengoper bola. Namun, kemampuan bermainnya sendiri tidak seberapa jika dibandingkan Generation of Miracles yang lainnya: Kise Ryota yang mampu meniru setiap gerakan lawan, Midorima Shintarou yang memiliki tembakan sempurna, maupun Aomine Daiki yang memiliki keliaran dan kekuatan yang tidak bisa ditebak. Di Seirin, ia bertemu dengan Kagami Taiga, siswa dari Amerika yang memiliki bakat alami dalam permainan basket. Bersama Kagami, Kuroko bertekad bekerja sama dengannya sebagai "cahaya dan bayangan", untuk memenuhi janjinya kepada mantan rekan-rekan setimnya di "generasi keajaiban".
Plot & conflict build-up
Plot cerita difokuskan pada bagaimana setiap anggota Generation of Miracles bertanding dan menghancurkan satu sama lain, dengan fokus tentu saja banyak ditujukan pada Kuroko dan pertarungannya di SMA Seirin. Memahami kekuatan lawan tidak membuat pertarungan menjadi mudah, karena setiap orang pun pasti akan semakin berkembang dari apa yang telah mereka perlihatkan di SMP dan memiliki rekan setim yang tidak bisa dikatakan lemah. Apalagi kemampuan Kuroko memang bukan untuk bertanding satu lawan satu dengan monster-monster basket itu. Tantangan dan konflik seperti ini cukup banyak mewarnai emosi setiap pertandingan.
Kuroko sendiri memang digambarkan kecil dan lemah, sehingga pembaca seolah dibuat sulit untuk percaya bahwa si kecil Kuroko akan mempu melawan rekan-rekan SMPnya. Keterbatasan-keterbatasan lead characters ini lah yang membuat cerita menjadi seru, karena pembaca tahu betul betapa impossible nya pertandingan yang mereka hadapi. Deg-degannya sangat terasa, karena adaa saja kemampuan, trik, dan super power yang ditunjukkan oleh anak-anak tersebut.
Well, manga ini memang memasukkan unsur fantasi dimana ada beberapa "super power" yang agak terlalu ndakik dan sepertinya ga perlu-perlu amat dimasukkan ke dalam sport manga. Tapi kalau dipikir-pikir, beberapa super power tersebut sebenarnya bisa dilogika dan mungkin-mungkin aja beneran kejadian di dunia nyata. Kemampuan menembak super akurat Midorima misalnya, menurut saya sangat mungkin kalau pemain punya tangan super kuat, latihan super gila, dan rekan setimnya yang ketat ngejagain semua member tim lawan.
Kalau memang kalian paham basket, sepertinya lumayan banyak insight dan pola permainan yang bisa diambil dari manga ini. Sayangnya saya sama sekali ga ngerti basket, sehingga saya cenderung iya-iya aja sama super power, trik, dan pola permainan yang dimunculkan di panel manga. Memang tidak ada panel yang khusus untuk menunjukkan step-by-step atau penjelasan rinci mengenai tiap-tiap informasi, tetapi kalau menyimak dengan benar, sepertinya banyak hal yang bisa dicontek.
Art work
Art-wise, sebenarnya biasa aja. Ga ada pemain yang benar-benar ikemen, tapi juga tidak shonen-shonen amat. Cuma saya agak sering bingung membedakan wajah antar pemain, karena raut wajah semua tokoh hampir mirip apalagi kalau sedang bertanding. Semua seragam, berwajah serius, dan keringatan hehe.
Overall score: 4 / 5
By: Konomi Takeshi
Saya tertarik sama manga ini karena temen SMA saya dulu sempet tergila-gila sama manga ini. Saya lihat sekilas memang artworknya bagus, dan tokohnya ganteng-ganteng. Masalahnya, standar saya sekarang sudah bukan lagi tokoh ganteng, tetapi juga bagaimana kontribusi dari aspek lainnya.
General premise
Serial ini menceritakan tentang Echizen Ryoma, pemain jenius yang menjuarai Kejuaraan junior US yang pindah ke SMP Seishun di Jepang. Memasuki SMP dengan tim tenis terbaik, ia harus membuktikan bahwa ia layak menjadi regular team yang mewakili sekolah dalam pertandingan. Sebagai satu-satunya anak kelas satu, ia harus melawan monster-monster tenis SMP yang sudah lebih dahulu bergabung sebagai tim inti. Begitu bergabung, ia dan senpainya akan berjuang untuk mencapai kejuaraan nasional.
Plot & conflict build-up
Selain arc Ryoma di awal untuk masuk ke regular team, fokus cerita sebagian besar berpusat pada perjuangan Seigaku (Seishun gakuen) team untuk menuju kejuaraan nasional. Mereka harus melewati kualifikasi district yang dipenuhi oleh team-team kuat. Masalahnya, dengan sekian banyak geniuses flocking in one single team yang memang sudah kuat dari dulu, apa iya bakalan kalah? Hal inilah yang bikin tension, urgency dan desperation tim untuk menang nyaris ga ada. Like, lawan mereka ntar kuat, ya udah. Ga ada background cerita seperti bagaimana track record Seigaku melawan mereka, apa tim mereka pernah punya pengalaman traumatis melawan mereka.
Hal yang menarik paling ketika kita masuk ke satu-satu pertandingannya. Ketika super power tim Seigaku dipertemukan dengan lawan yang punya super power yang lebih hebat (which was pretty much everyone -- kalau misalnya ada 100 karakter, ya ada 100 super power juga), di situlah mulai muncul ketegangan. Masalahnya, hampir ga pernah ada emosi yang muncul di setiap pertandingan kecuali di beberapa match yang pemainnya punya background story. Ketegangan yang muncul mostly ada di penentuan siapa yang menang dan siapa yang kalah, but that's it.
Saya ga pernah ngerti what it means bagi Seigaku kalau mereka kalah di tahap ini, karena mereka bahkan sama sekali ga pernah terlihat desperate untuk menang. Ga ada tekad dan janji yang dibuat dengan rival mereka untuk menambah drama atau semangat, karena tim Seigaku isinya pemain kuat semua. Saya selalu dapet feel kalaupun mereka kehilangan suatu match ya santai aja, toh ada Ryoma or Tezuka yang selalu bisa diandalkan untuk menang.
The ending though, ugh. It's like Konomi-sensei was trying to add "real" conflict, real drama, dan real challenge in last minute biar ceritanya tidak datar. Tapi jujur, ending seperti itu malah merusak mood yang udah terbangun dari 41 volume sebelumnya.
Practical knowledge
I would say di manga ini sebenarnya 80% super power, 15% strategi, dan 5% informasi teknis. Sepanjang manga berlangsung, sulit sekali untuk menemukan insight-insight mengenai permainan tenis. Bagaimana masing-masing pemain mengalahkan lawan sepertinya lebih mirip seperti pertandingan Pokemon atau Yu-Gi-Oh daripada olahraga. Di saat pemain satu menggunakan tenis dengan mata tertutup, pemain lainnya menggunakan kekuatan super yang bisa membuat pemain terpental keluar dalam posisi tersalib. Am I really reading sport manga?
Art work
This part is what've been keeping me from dropping the first season. Art work nya harus diakui memang top-class. Full of ikemens, bahkan tokoh yang dibuat wild dan gila juga masih sangat attractive.
TMI but my personal favorite is Kunimitsu Tezuka, kapten tim Seigaku. He was benched more than he's playing, but his charm sold. Me. Out. I don't even care how ridiculous his power is, his manga face is that GOOD.
Overall score: 2.75 / 5
Manga ini masih berlanjut ke sekuelnya yang berjudul The New Prince of Tennis (Shin-Tenisu no Oujisama), yang bercerita tentang perjuangan Ryoma cs untuk menjadi p
emain perwakilan Timnas Jepang. Sayangnya, karena masih menggunakan pola yang sama dengan season 1, dan no more Tezuka saya akhirnya drop manga ini.
Haikyuu! adalah salah satu manga/anime yang lagi in banget beberapa tahun belakangan. Manga bola voli ini bener-bener hyped, fandomnya sangat aktif, and not without good reasons.
General premise
Tokoh utama manga Haikyuu adalah Hinata Shouyou, lulusan SMP pinggiran yang menjadi satu-satunya anggota klub bola voli. Selama SMP, ia hanya memiliki satu pertandingan, yang sialnya harus melawan SMP terkuat. Ia bertekad untuk mengalahkan setter genius yang mengalahkannya di satu-satunya pertandingannya tersebut, raja lapangan yang bernama Kageyama Tobio. Ambisi tersebut hancur ketika ia menemukan bahwa Tobio ternyata malah masuk di SMA yang sama dengannya di SMA Karasuno. Karena kecintaannya kepada permainan voli, ia meredam ambisi tersebut dan bekerja sama dengan sang tirani lapangan sebagai satu tim, untuk membawa tim-yang-dulunya-kuat kembali ke masa jayanya dan bertanding di Kejuaraan Nasional.
Plot & conflict build-up
Pembaca sudah disodorkan drama antara Shouyou dan Tobio right from the beginning. Shouyou yang desperate untuk bertanding dan menang bertemu dengan Tobio yang jenius namun misunderstood. Namun, demi kebaikan tim, Shouyou akhirnya menelan egonya dan bekerja sama dengan archnemesisnya sebagai satu kesatuan. Bakat tossing Tobio akhirnya mampu memaksimalkan fisik dan kemampuan Shouyou yang serba kurang: pendek dan tidak pernah latihan dengan proper. Bersama senpai dan dua anak kelas satu lainnya, mereka bertekad membangkitkan kembali kejayaan tim SMA Karasuno dan bertanding di kejuaraan nasional.
Konflik dengan tim lain di lapangan itu, jelas. Tapi di antaranya, Furudate-sensei juga menuliskan struggle internal yang dialami masing-masing karakter dan bagaimana mereka akhirnya berhasil melewatinya dan menjadi lebih baik. Misalnya Sugawara Koushi yang harus menelan egonya sebagai main setter dan digantikan Tobio. Ada juga Tsukishima Kei yang datar dan tanpa ambisi walaupun dikaruniai tinggi badan yang ideal, serta sang Ace Azumane Asahi yang kehilangan keberanian dan kepercayaan diri. Tidak hanya berfokus pada Karasuno, author juga menunjukkan bagaimana tim lawan juga memiliki struggle masing-masing, misalnya Oikawa Tooru dari SMA Aobajousai yang insecure terhadap si jenius Tobio.
Karena Karasuno sejak awal memang di-set sebagai tim yang biasa-biasa saja, perasaan desperate Karasuno untuk menang sangat terasa di seluruh pertandingan. Perjalanan tim pun tidak dibuat mulus dan miraculous, karena mereka tidak diceritakan langsung sukses di turnamen pertama. Bagaimana tim Karasuno menerjang batas untuk mencapai kemampuan yang lebih tinggi semua diceritakan. Kalah-menang antar tim dibuat realistis, bahwa tim yang biasa-biasa saja memang tidak bisa otomatis mengalahkan tim kuat hanya karena memiliki satu senjata, tekad yang kuat, dan kemauan untuk menang. Sebab, tim yang kuat pun ingin menang, bukan?
Yang menarik adalah walaupun Shouyou dan Tobio bermain sebagai satu tim di hampir seluruh manga, tetapi Furudate-sensei masih ngejagain Shoyou's initial oath untuk mengalahkan Tobio. Di ending manga, Shouyou akhirnya berkesempatan untuk bertanding melawan Tobio sebagai lawan yang setara. Begitu pula dengan sumpah-sumpah yang diucapkan oleh karakter lain, seperti Tooru yang akhirnya kembali bertanding melawan Ushijima Wakatoshi, janji Miya Atsumu untuk memberikan toss ke Shouyou, dan Hoshiumi Korai yang akhirnya bertanding melawan Shouyou. I hope this ain't too much as a spoiler? :D
Long story short, Haikyuu! ini mengambil strategi pengembangan plot yang mirip dengan Kuroko no Basket, cuma beda di tiga hal:
1. Eksekusi dalam plot -- Haikyuu sedikit lebih dekat dengan realita permainan, even the geniuses masih diterima akal sehat
2. Dinamika di partai klimaks -- challenge Kuroko di KnB sedikit lebih menegangkan di partai puncak, sedangkan yg dialami Shouyou di HQ lumayan setara dari awal sampai akhir
3. Polesan ending
-- Kuroko team agak diselamatkan oleh main character-priviledge untuk menang sehingga jatohnya klise, walaupun perjalanan menuju klisenya itu deg2an setengahmati
-- Karasuno bener-bener ga dapet plot armor whatsoever dari author
Le tim biasa-biasa aja
>> punya harapan dari anak baru
>> tim mulai bangkit
>> ditampar realita
>> Coba di kesempatan kedua
>> REACH THEIR GOAL YEAY
Practical knowledge
Mungkin karena saya dulu pernah main voli, jadi saya dapet banyak sekali insight permainan voli dari manga ini. Dari teknik serve, pola permainan dan serangan, bahkan jenis-jenis step sebelum melakukan spike. Furudate-sensei tidak pelit dalam menggambarkan step-by-step teknikal tersebut. Hal ini memang membuat pertandingan jadi panjang sekali (bisa habis satu volume hanya untuk satu match)
Art work
Art work di manga ini memang bukan jadi salah satu nilai jual utama, karena visual yang dihasilkan ya biasa-biasa saja (walaupun ilustrasinya tetap bisa menyampaikan alur, emosi, maupun intensitas pertandingan dengan baik). Tapi anime nya lumayan sih, penggambaran karakter-karakternya slightly lebih rapih dan ganteng dibandingkan di manga :D
Overall score: 4.5 / 5
Satu-satunya sport manga non-permainan lapangan yang saya selesaikan. Jujur saya mulai baca ini karena keracunan temen saya pas jaman SMP dulu. Saya bahkan tadinya ga paham apa itu "go".
General premise
Manga ini bercerita tentang Shindo Hikaru, anak kelas 6 SD yang tidak sengaja terjun ke dunia permainan go (permainan adu strategi untuk mengklaim wilayah di papan -- disebut juga dengan baduk di Korea atau weiqi di China). Ketika tanpa sengaja ia dirasuki oleh roh pemain Go jaman periode Heian, Fujiwara no Sai, ia akhirnya terseret untuk memfasilitasi mimpi Sai mencapai "The Hand of God" di dunia Go. Dengan bimbingan Sai, Shindo memulai langkah pertamanya di dunia Go dan bertanding dengan pemain muda terbaik Jepang, Touya Akira. Ia akhirnya terjun ke dunia profesional sambil menggali gaya permainan dan kemampuannya sendiri, di luar instruksi Sai.
Plot & conflict build-up
Bagaimana main character literally "kecemplung" ke dunia Go aja udah bikin plot jadi menarik dan beda. Dari minat dan passion Hikaru yang nol, betapa geregetannya Akira melihat orang yang pegang biji Go aja ga becus kok bisa bermain dengan cerdas, serta struggle Hikaru yang belakangan muncul antara harus mengikuti mimpi Sai atau mencari jalannya sendiri. Konflik emosi seperti ini lumayan mewarnai perjalanan dan ketegangan permainan demi permainan yang dilakukan Hikaru, sehingga every single games terasa meaningful.
Character development ga banyak terjadi, selain pada Hikaru sendiri yang memang jadi main character. Dari anak yang whatever sama permainan Go, akhirnya berani berjalan sendiri dan menemukan permainan yang "Hikaru banget".
Practical knowledge
Ketika saya klaim bahwa saya ga bisa extract insight dari Kuroko no Basket karena saya buta basket, hal yang sama kejadian lagi di manga ini. Bahkan lebih parah, karena saya jelas gatau movement mana yang cerdas dan mana yang biasa aja, mana yang salah dan mana yang benar. Saya bahkan ga pernah ngerti mana yang menang mana yang kalah (cuma sebatas konsep, pokoknya yang menguasai area lebih banyak itu yang menang), jadi saya baru bisa tepuk tangan kalo memang HIkaru terlihat menang. Ikut bangga aja gitu, walaupun ga paham.
Art work
Art work di manga ini remind me of Death Note (lol cross that wong ilustratornya satu orang). Though for real, penggambaran karakternya lumayan androginis untuk ukuran manga yang rilis tahun 1999 dimana konsep gender-fluidity masih asing (sumpah dulu saya kira Akira dan Sai itu cewek).
Overall score: 3.75 / 5
When I said Tenipuri have bad ending, I could say Hikaru no Go also have closing as awful as Tenipuri is. Final challenge di Tenipuri sangat terlihat dipaksakan, sementara di Hikaru no Go, endingnya ini sendiri yang dipaksakan. It make us wondering whether author sama illustratornya ada konflik, karena final match nya bener-bener finished abruptly gitu loh. Sayang banget sebenarnya, padahal masih banyak banget poin dari cerita yang bisa digali dan butuh dijawab.
Ini memang manga shonen klasik banget, dari gambarnya aja udah kelihatan bahwa manga ini bukan difokuskan untuk menggaet fans cewek, even untuk ukuran manga yang pertama rilis tahun 1990. Sekedar ilustrasi, manga/anime yang rilis tahun sekitar tahun segitu ada Saint Seiya (1986-1989), Itazura na Kiss (1990-1999), dan Sailor Moon (1991-1997).
But somehow, this is the legend. Dedengkotnya sport manga yang semua orang tahu. Jadi ya why not jumping into, kan? (Walaupun panjang banget sih ini)
No comments:
Post a Comment