Semakin saya baca karya E.S. Ito, semakin saya yakin bahwa beliau ini adalah Dan Brown versi Indonesia. Memadukan antara sejarah-action-crime, kedua penulis menyuguhkan magic di ranah penulisan dengan cara yang mirip. Entah saya bisa disebut belajar sejarah atau enggak dengan baca novel action berbalut sejarah (soalnya saya ga pernah cross-check keabsahan/kevalidan fakta sejarah yang dituliskan juga). Yang jelas, rasanya menyenangkan ketika kalian baca novel, tapi kalian ga hanya dapet plot yang bikin adrenalin naik, tapi juga dapet trivia yang ga semua orang tahu. Despite maybe ga kepake-kepake amat dalam hidup.
I really hope I'm not unconsciously doing any discredit by writing A is the 2nd B, because I really meant it well. Dan Brown is a huge name, and E.S. Ito is at least at his level I mean look at his creation!
Negara Kelima adalah buku E.S. Ito kedua yang saya baca (buku yang lain, Rahasia Meede, sudah saya review di sini). Masih dengan plot dengan unsur rencana pemberontakan terhadap negara yang sah, E.S. Ito meramu mitos welfare state gagasan Plato ke dalam sebuah gagasan pengembalian nilai-nilai luhur pembentukan bangsa. "Niat baik" ini dijalankan oleh warga sipil non-official, sehingga alih-alih diakomodir, gerakan tersebut tersebut mendapatkan cap sebagai "teroris", "pemberontak" ...oleh "negara".
Yang membuat kita berpikir: apalah arti hukum yang sah, apalah makna dasar sistem pemerintahan yang sesuai, jika nilai yang tadinya dijunjung ga berjalan anyway? Hukum di Indonesia ini sebenarnya untuk siapa?
Berbeda dengan Rahasia Meede, plot twist intrik politik disajikan di depan buku. Belum apa-apa pembaca sudah disuguhkan dengan karakter perwira kepolisian minim integritas. Mengetahui bahwa nyawa main character, Timur Mangkuto dalam bahaya karena korupnya petinggi abdi negara, perkembangan plot terasa semakin intens berkali-kali lipat. Bayangkan kalian membaca mengenai sejarah adat Minangkabau dan imperium Nusantara kuno sambil deg-degan mikirin polisi lagi membuntuti main character dengan jarak 10 meter di belakang?
Beat me, saya lemah dengan karakter "pemberontak" yang cerdas dan kompeten.
Walaupun demikian, saya note ada satu perbedaan sistem penulisan dengan Dan Brown. Walaupun penulis sempat mengobrak-abrik interpretasi sejarah, tetapi buku ini tetap diakhiri dengan "aman". Seperti Rahasia Meede yang diakhiri dengan kehancuran bunker harta sehingga konspirasi yang muncul dari interpretasi fakta sejarah would stays "fiction", mitos dan mindblowing-ness di buku ini pun diakhiri dengan "hampir-revolusi" yang batal. Konspirasi yang muncul di benak pembaca cukup berhenti begitu buku ini selesai dibaca. Coba kalo kita bandingkan dengan Dan Brown yang dengan berani memuntir sejarah dan penokohan Yesus Kristus, misalnya (ga kebayang kalau sejarah Nabi Muhammad dipuntir segila itu, sih).
Bagaimanapun, bagaimana jantung dan perut kita dikacaukan dengan ke"bangsat"an plot yang bener-bener klimaks sampai akhir, menurut saya membuat buku ini sangat worth getting. Saya benar-benar menikmati information overload yang saya dapatkan selama membolak-balik halaman buku, dari mitos tokoh Plato, sejarah peradaban warga Minang, sampai nyerempet ke sejarah kerajaan-kerajaan yang hampir ga pernah absen muncul dalam buku textbook sejarah sekolah kita. Membaca buku ini ga membuat saya langsung inget detail-detail sejarahnya sih (ga akan ditanya juga di alam kubur btw). Tapi seneng aja baca sejarah yang dikemas dalam cerita sarat kejar-kejaran dan no nonsense begini.
No comments:
Post a Comment