Jan 17, 2021

Review on John Grisham: The Firm

Ketertarikan saya pada buku karya John Grisham muncul ketika seseorang di litbase merekomendasikan (kepada orang lain), untuk membaca buku beliau, katanya lebih seru dari Dan Brown. Pun, menfess nanya novel tentang lawyer juga berkali-kali muncul sampe saya bosen bacanya, jujur aja. Someone need to reupload that damn thread about searching the question first before sending message because it's BOSENIN BANGSAT dan netijen lagi-lagi kompak menyodorkan satu nama: John Grisham.

Why "The Firm"? Ya random aja. I'm way too lazy to search around, and I don't think it's wise to start with something I know is the best. Kalau tahu buku yang saya pilih bukan yang terbaik, saya akan malas-malasan mulainya. Kalau tahu buku yang saya pilih sudah yang terbaik, kalau ternyata zonk saya akan kecewa berat karena terlanjur numpuk buku si penulis yang bersangkutan. So yeah, I start blindly and let myself explore the unknown.
(Lalu someone teriak: YA JANGAN NUMPUK BUKU DULU LAH, JAENAB)


 

The Firm bercerita tentang seorang lulusan Harvard law school, Mitchell Y. McDeere, yang sedang mencari pekerjaan. Sebagai lulusan top 3 di angkatannya, ia sudah mengantongi banyak penawaran pekerjaan, namun masih window shopping sebelum memutuskan dimana ia akan bekerja. Ketika akhirnya ia diwawancara oleh hiring partner sebuah law firm kecil nyaris tanpa nama, yang berbasis di Memphis (Memphis ini kalo di Indonesia mungkin kaya Jambi atau Sulbar -- bukan kota besar yang menarik hati lulusan terbaik ambis lah pokoknya), ia akhirnya tergoda untuk beralih dari firma hukum di Wall Street untuk bekerja di tempat tersebut.

Bagaimana tidak? Gaji menjanjikan (berkali-kali lipat lebih besar dari tawaran Wall Street law firms manapun), absolute zero turnover (firma besar rata-rata memiliki 28%, yang berarti mereka akan kehilangan 3 dari 10 karyawan mereka setiap tahunnya), dan kesempatan menjadi Partner dalam kurun waktu 5 tahun. Belum lagi fasilitas cicilan KPR berbunga super rendah, bonus mobil BMW baru yang di-leasing-kan oleh perusahaan, dan jaminan biaya sekolah untuk anaknya kelak. 

Though I smell that something is definitely fishy. If something is too good to be true, then it's definitely either not true, or hiding something that is not right. Saya memegang prinsip ini sejak pertama kali saya membaca penawaran waw yang disampaikan.

And...it is.

Alur cerita tergolong cepat. Dari awal, pembaca sudah disuguhkan tindakan-tindakan mencurigakan yang diambil oleh petinggi-petinggi Bendini, Lambert & Locke (BLL). Nuansa ini memunculkan empati pembaca terhadap Mitch, the poor clueless new guy yang tanpa sadar masuk ke kandang naga. Mitch hanya tahu bahwa law firm tersebut menjunjung tinggi kerahasiaan dan cenderung terobsesi dengan "being secretive". Karena adanya situasi berbahaya yang mengancam main character seperti ini, pembaca ga merasa bosan membacanya walaupun the real conflict belum muncul sampe pertengahan buku. Lha wong main character-nya ga sadar kok kalo lagi masuk perangkap.

Shits are elevated even higher, ketika Mitch akhirnya curiga bahwa ada hal yang tidak beres dengan BLL. Ia akhirnya menyadari bahwa klaim "zero turnover" yang disampaikan di awal -- itu karena memang siapapun yang berniat keluar firma akan langsung dihabisi nyawanya. Hal itulah yang ternyata terjadi pada dua attorney yang pemakamannya ia hadiri di hari pertamanya bekerja -- dan dua mantan staf lainnya, termasuk satu-satunya attorney wanita yang pernah dipekerjakan BLL. Mitch akhirnya semakin yakin bahwa hidupnya dan istrinya, Abby dalam bahaya -- ketika detektif swasta yang disewanya ditemukan tewas dengan luka tembak yang mencurigakan. Setelah berkali-kali ditemui oleh agen FBI, ia akhirnya bertekad untuk melakukan hal yang sama sekali belum pernah dilakukan oleh attorney BLL selama dua puluh tahun -- kabur dari firma dalam keadaan hidup.

Tingkah polah dan intrik Mitch dalam menjalani kehidupannya sebagai double agent dengan triple role, ternyata cukup untuk memaksa saya membuka halaman demi halaman novel ini, almost non stop.  Walapun awalnya Mitch terlihat membosankan (just your common workaholic newcomers), tetapi kecerdasannya lama-lama terlihat -- dan membuatnya jadi super attractive. Bagaimana ia menyeimbangkan demand dari dua kubu yang saling berlawanan -- mafia konspirasi BLL dan direktur FBI - dan memainkan dua peran -- pawn sekaligus mastermind -- hanya untuk keluar dari firma, benar-benar menjadi premis yang menegangkan.

Setiap perkembangan plot benar-benar berarti, tanpa diselingi filler-filler membosankan. Pembaca sama sekali tidak bisa menebak bagaimana cerita akan berakhir, karena sampai 95% pun ternyata ketegangannya ga habis-habis spoiler: ternyata endingnya standar. Walaupun tidak banyak humor di buku ini, tetapi somehow tetep asik-asik aja dibacanya. Walaupun bahasa yang dipakai not exactly learner-friendly, tetapi juga tidak terlalu berat sampai harus mengecek kamus setiap menit (PS: saya level intermediate B1 ya, jadi untuk mencerna vocabs dari konteks sudah lumayan bisa).

Balik ke review random stranger di awal, tentang bahwa buku-buku beliau lebih baik dari Dan Brown? Well, my subjective taste says no (not that they are even comparable tbh -- nilai jual Dan Brown kan di detail-detail sejarahnya juga ga cuma sekadar crime action). But I also testified that this book gave me a pretty solid reading experience. Predictable yes, but who am I complaining when it still gave me this much fun?

I will definitely read Grisham's another books, soon! Di goodreads ada banyak buku beliau yang lain yang ratingnya lebih tinggi so I'm excited!!
 

Rating: 4.5 / 5

===
 

Get your ebook here:

 - Amazonbook (kindle)

- Google Playbook (US)

Jan 15, 2021

Review on Agatha Christie: The Mysterious Affairs at Styles

Read Agatha Christie Entry #1: Mystery at Mansions


Review ini ditulis sebagai tulisan tambahan dari resensi buku yang diunggah di instagram dan (a super duper short) reaction thread di twitter. Karena platform instagram kurang cocok dengan tulisan panjang, makanya saya membuat versi ini sebagai versi lebih "gue banget" (aka bacot, ngalor ngidul).



 

Sekalian buat nambah konten blog juga

Saya mengawali buku ini dengan good feeling, dimana penokohan dan dialognya mengingatkan saya pada the universe of Sherlock Holmes. Teman main character (Capt. Arthur Hastings) yang bernama John memiliki istri bernama Mary lumayan mengingatkan saya pada canon Sherlock Holmes mulai dari buku The Sign of Four. Hastings sendiri juga diceritakan adalah mantan perwira militer yang terpaksa pensiun karena luka perang - mirip karakter John Watson. Ga cuma itu, nama Sherlock Holmes sendiri disebutkan sebagai referensi detektif kenamaan, sehingga ego saya sebagai penggemar (dari penggemarnya) beliau jadi agak melambung. 

Sedikit.


 

Namun, story telling khas Agatha Christie mulai bergulir dan mengingatkan saya kembali pada alasan kenapa saya ga banyak baca buku beliau, sekalipun saya tergila-gila dengan cerita fiksi kriminal. 

Walaupun setting cerita menegangkan, membingungkan, dan membuat kecenderungan Thinking saya berputar, tetapi saya tetep ga dapet hook dari cerita ini. Mood cerita dari awal sampai akhir terasa sangat datar, walaupun dialog dan plot jelas-jelas sedang menuju klimaks.

Mungkin otak saya aja yang ga sanggup dijejali banyak detail, ya. Soalnya bahkan ketika saya baca pemecahan kasusnya, saya sering kali menemukan momen "Oh, tadi Hastings nemu seperti ini ya?", "Oh, si A tadi begini ya?" Saya harus baca bagian penting ini setidaknya dua kali, untuk benar-benar memahami kasusnya. Itu pun harus dalam kondisi segar dan tidak ketiduran.

Like, having to remember the exact details of seven, eight suspects with barely any supporting illutration is too much for my old brain. And not to mention that the whole affair is just...messy. The whole ordeal really, is not as simple as one people kills someone and the detective needs to find out the culprit and their motives.
 

Spoiler

Jadi satu orang berkonspirasi dengan orang lain untuk merencanakan pembunuhan, tapi rencananya gagal.

Di tengah-tengah, ada orang lain lagi yang punya kepentingan, dan merencanakan sesuatu terhadap si korban.

Begitu rencana si pelaku asli akhirnya berhasil, tiba-tiba muncul orang lain lagi yang mengacaukan TKP dan alibi karena mengira bahwa pujaannya adalah pelaku pembunuhan.

On top of this mess, penyebab, asal muasal kenapa A melakukan B dan C melakukan D juga dijabarkan, berikut bukti-buktinya.

And to think bahwa trik pembunuhannya sebenarnya sederhana, tetapi situasi TKP dan alibinya kacau banget kaya benang kusut.

Oh, my poor brain. Kek mana mau memahami layer-layer misteri begini dalam satu kali baca. Saya sampe harus nulis penjelasannya, biar otak saya bisa nangkep ujung pangkalnya.

T_T

Tapi somehow saya ngerti, kenapa Agatha Christie jadi famous banget. Selain karena emang sudah menulis hampir seratus judul buku (misteri semua), cerita yang beliau tulis tuh memang sangat detail, semua dijabarkan. There's no room for any error, loophole, and unsolved question (maybe there is, but I do not have brain capacity to detect 'em). Kebayang aja kan kualitas otak beliau, kalau melihat debut worknya aja sudah sebegini kompleks.  

Though, I do not remember any of her other book being this multi-layered. Kalau sekedar kompleks sudah pasti, karena memang beliau sangat detail membuka trik dan motif (+ pushing factor) kejadian misteri yang ditulis. Tapi misterinya. Baru ini kayanya, pengungkapan kasusnya itu sendiri sampe bikin saya separo gumoh :D
 

Kayanya misteri yang dipecahkan Sherlock Holmes aja gaada yang segini ancur-ancurannya deh T__T


Rating: 4/5

Get your ebook here:

- Gramedia digital (Indonesia)

Jan 14, 2021

Absolute Justice Review: Is Absolute Justice Really What Humanity Needs?

Novel Girls in the Dark yang mindblowing (my review here) cukup menjadi pemicu saya buat baca novel Rikako-sensei yang lain. Pilihan saya jatuh ke Absolute Justice, karena somehow cover belakangnya menarik. "Seharusnya monster itu sudah mati..." mau tidak mau mengingatkan saya pada twist pertama novel Girls in the Dark (sebelum akhirnya dipatahkan lagi oleh twist kedua, tapi kita ga akan bahas itu di sini). 


Punch di awal bab pertama memang lumayan "berisi", terlepas dari detail jalan pikiran tokoh yang bagi saya penting-ga-penting. Kazuki Imamura, seorang penulis lepas suatu hari mendapatkan amplop berisi undangan pernikahan berwarna ungu. Hatinya mencelos, ketika ia menemukan bahwa undangan pernikahan tersebut ternyata berasal dari Noriko Takaki, teman SMAnya yang sudah meninggal. Ia yakin betul, karena ia sendiri lah yang membunuhnya.

Cerita kemudian berlanjut ke flashback masa SMA Kazuki, betapa Noriko adalah siswi SMA yang baik. Sangat baik, sangat jujur, dan sangat menjunjung tinggi kebenaran. Seharusnya ga ada masalah, dong? Bukannya kebenaran, hukum, memang harus ditegakkan?

Tentu saja, selama kita tidak menjadi "pelaku" yang dipermalukan. Seperti guru yang akhirnya dipecat karena membela tiga siswa yang merokok di sekolah, siswi yang surat-menyuratnya dibacakan di depan seisi kelas, atau siswi yang harus membayar ekstra 30 ribu yen karena harus mengganti seragam baru yang jadi kependekan karena perubahan bentuk tubuh yang di luar kendalinya.

Atau penulis yang kariernya sedang dipertaruhkan, karena mengumpulkan data secara "manipulatif".

Sebagian besar bab pertama sebenernya isinya cuma flashback kerese-an Noriko selama hidupnya aja, yang menyebabkan Kazuki akhirnya ga tahan dan ended up membunuh perempuan itu. Seharusnya formula ini tidak terlalu repetitif, seandainya saja alur ini tidak di copy-paste empat kali untuk empat tokoh lainnya. Well, surprise surprise, empat sahabat Kazuki yang lain ternyata sama empet-nya kepada Noriko, dan akhirnya mereka semua bersekongkol membunuhnya.

Yup, saya akhirnya nemu lagi buku yang premisnya menarik, tapi eksekusinya borderline membosankan.

Bahkan resolution di akhir cerita juga tidak membantu mengangkat keseluruhan cerita menjadi menarik. Okay, I'll dump the spoiler here, for I'd care. Ternyata yang mengirimkan undangan tersebut adalah putri dari Noriko. Dan surprise surprise, sebagai anak perempuan yang hidup 24 jam bersamanya, kebenciannya pada Noriko tentu berkali-kali lipat lebih besar dibandingkan kekesalan keempat sahabatnya.

Masalahnya, karakter baru yang memegang peranan penting ini dimunculkan begitu cerita sudah hampir selesai. Dan hal tersebut justru membuat punch klimaks cerita jadi berkali-kali lipat lebih lemah, karena pembaca sama sekali tidak memiliki informasi dan engagement tentang si tokoh baru ini. Bagian resolusi misteri yang seharusnya membuat lega, kesannya malah jadi seperti copy-paste kasus untuk yang kelima kalinya. Kayak yang, "ini apaan sih nambah-nambah cerita yang repetitive dari yang udah di depan-depan"

Saya ngerti, penambahan karakter Ritsuko ini sebenarnya untuk men-setting ending yang "caper-ish", seperti biasa dilakukan pada cerita misteri. Tapi bukannya akan lebih cakep kalau pelakunya diambil dari salah satu keempat sahabat yang berkhianat, atau suaminya? Atau kalau mau tetap pakai tokoh Ritsuko, kenapa ia tidak dimunculkan lebih awal agar setidaknya pembaca aware bahwa Noriko punya anak perempuan yang nantinya akan penting bagi penyelesaian cerita? Biar kesannya ga author script-immunity banget, kindof "gue yang nulis, suka-suka gue mau bikin ending kaya apa".

I mean, even the worst decoy protagonist plot armor kan bisa dibikin cantik? T___T

Well, karena memang kenyataannya begitu, saya juga bisa bilang: "this book ends like shit"

By the way, tapi saya mau point out beberapa pelajaran yang cukup makjleb, yang saya ambil dari novel ini. 

Saya disadarkan, bahwa "kebenaran" ga selalu berbanding lurus, dan berjalan beriringan dengan kebijaksanaan. Manusia bukan robot, bukan cyborg yang bisa disetel kapan ia bertindak 1 dan kapan 0. Nature manusia memang abu-abu, sehingga kita ga akan bisa memaksa orang lain untuk bertindak precisely di sisi hitam atau di sisi putih. Menjunjung kebenaran dan hukum secara kaku, setinggi-tingginya justru malah bisa memicu konflik dan kehancuran, sehingga malah kontradiktif dengan tujuan mengapa peraturan itu sendiri dibuat.

Nah, jadi mana yang kita pilih? Hidup dengan benar, atau hidup dengan harmonis? Atau hidup dengan menyeimbangkan keduanya, kadang bener kadang slengean? :D
 

Rating: 3.75 / 5

Jan 6, 2021

2020 reflection: Masak!

Kalau boleh memilih satu saja hal positif dari kegabutan saya selama tahun 2020, itu adalah saya jadi punya banyak sekali waktu luang buat belajar dan memulai kebiasaan-kebiasaan baru. Saya jadi rajin eksplor opsi olahraga, saya belajar photo manipulating, dan juga: memasak!

Saya tinggal di lingkungan yang alhamdulillah, bersih. Jauh dari tetangga, jauh dari keramaian, bahkan warung terdekat pun jaraknya sekitar 5 km dan harus melewati jalan naik turun yang lumayan bikin betis bengkak. Dalam situasi serba jauh dari mana-mana, saya yang mendadak jadi person in charge untuk memasak jadi harus pintar-pintar mengatur, mempadu-padankan bahan-bahan yang available di rumah, karena kalau ada bahan yang kurang tuh ga gampang belanjanya.

Termasuk bumbu! Padahal kita kan tahu ya, buat lidah orang Indonesia, bumbu dan rempah-rempah itu ga boleh kurang, harus lekoh dan nendang.

Karena sekarang yang in charge masak di rumah adalah saya, saya memutuskan untuk mulai mengurangi pemakaian MSG di dalam masakan. Entah dalam bentuk MSG murni (S*sa, Aji**moto) atau MSG bentuk kaldu (Mas**o, Ro**o). Saya tahu MSG sebenarnya tidak berbahaya selama pemakaiannya dalam batas wajar, tapi saya pengen ada tantangan tersendiri aja dalam memasak. Bisa ga sih, saya masak enak tanpa "cheating"?



Saya menemukan bahwa untuk masak enak, sebenarnya kita cuma perlu meng-combine rasa yang ada. Entah dari bumbu atau dari bahan makanan itu sendiri. Ga cuma asin saja atau manis saja, tapi harus ada sedikit rasa lain sebagai penyeimbang. Bahkan rasa pahit juga bisa bikin rasa masakan jadi sedap, lho! Nah, dari pengalaman saya, saya jadi tahu bahwa sebenarnya dalam kita meng-combine rasa tuh ada beberapa prinsip yang bisa kita pake biar rasa masakan kita lebih sedap, kompleks, dan ga ngebosenin!



1. Dish manis: Tambahkan sedikit asin


Masakan yang rasa dasar (dominan)-nya manis, akan lebih nikmat kalau ditambahkan sedikit rasa asin. Yes, including dessert seperti puding agar-agar atau kue bolu!

Rasa asin nya tidak harus dari garam, kok. Kita juga bisa mendapatkan rasa asin dari susu atau keju, misalnya.


2. Dish asin: Tambahkan rasa manis


Penambahan rasa manis ke makanan asin membuat rasa masakan jadi lebih kaya dan umami-sh. Sumber rasa manis ini bahkan lebih banyak lagi dari perasa asin, tidak melulu harus menambahkan gebokan gula ke dalam masakan.

Misalnya untuk sop sayuran, rasa manisnya bisa didapatkan dari bawang merah dan sayuran wortel. Rasa manis untuk tumisan daging sapi lada hitam bisa didapatkan dari bawang bombay. Lalu nasi goreng yang gurih, akan lebih sedap jika ditambahkan kecap manis.


3. Masakan amis dan berminyak: tambahkan rasa asam


Ada alasannya kenapa kita selalu dikasih bungkusan kecil acar ketika jajan martabak telur. Karena main dish nya berminyak dan cenderung amis, lidah kita akan butuh sesuatu yang segar agar tidak eneg walaupun makan dalam jumlah banyak. Nah, kita juga bisa aplikasikan konsep ini ke dalam masakan lain.

Misalnya sop buntut yang nikmat sekali kalau ditambahkan tomat, atau masakan ikan bersantan yang ditambahkan sedikit belimbing wuluh atau cuka. Atau satu porsi nasi padang yang ditutup dengan es jeruk nipis segar. Yummy!


4. Duh, pedes banget nih!


Terkadang kita kebablasan memasukkan cabai ke dalam masakan. Biasanya kita akan tambahkan air atau tambahkan bahan makanannya biar pedasnya ter-dilute. Tetapi kalau misalnya yang terlalu pedas adalah sambal goreng, tentu akan PR sekali kalau kita harus goreng lagi bawang merah dan bahan lainnya. Solusinya, kita bisa akali dengan menambahkan sedikit gula merah.


5. Dish dengan rasa yang "spesial": Pedas is your savior


Ibu saya pernah diminta mengolah anak tawon untuk dijadikan lauk makan. Yes, larva lebah madu yang putih2 seperti cacing dan kalau diolah lengket-lengket itu! Ibu saya ga kehabisan akal, akhirnya beliau olah bahan tersebut menjadi tumis kering anak tawon. Dimakan panas-panas, ternyata yummy! Nah, kalau bahan se"aneh" anak tawon saja bisa jadi lezat, kalau cuma se"intimidating" sayur pare tentu bisa dong, di-pedes-in aja! :)


Kalau mau cari tahu selengkapnya, kalian bisa googling dengan keyword "flavor pairing" ya! Di google lengkap banget informasinya kok!

Source: cookmarts.com


Jan 2, 2021

My Personal Detective Conan Movie Rank - Part 2

Sudah D-105 menuju perilisan (di Jepang) movie Detective Conan ke-24, The Scarlet Bullet! Di tengah-tengah masa penantian super berat ini, fans Detective Conan dikasih kue gurih spesial oleh Aoyama-sensei di chapter Detective Conan terbaru, chapter 1066. Akhirnya, identitas RUM di-reveal juga, yang ternyata adalah Wakita Kanenori. || Check the chapter online here: mangadex

Front page official website Conan Movie 24: The Scarlet Bullet

Yah, walaupun sekarang ditinggal hiatus lagi sih, sama sensei. Selama penantian ke chapter Detco selanjutnya (yang seperti biasa, setelah major revealance pasti ya bakal dikasih misteri-misteri "receh" yang ga terlalu ada sangkut pautnya sama the major plots - those related to Black Organization

Cover of the latest Case Closed/Detective Conan manga (scanlated by Beika Street Irregulars)

 

Anyway, saya mau drop lagi part kedua dari review ke-23 past Detective Conan movies

Sebelum mulai, mau disclaimer dulu (lagi) bahwa daftar ini adalah my personal rank, starting from the least favorite to my ultimate loml. Will be full of bias obviously, jadi selera saya mungkin beda dengan selera yang lain. Biar masing-masing bagian ga kepanjangan, review flashback ini dipecah menjadi 4 part. Tulisan ini akan membahas rangking 11 sampai 16 aja.

Previous post (rank 17-23): here



Note: List ini terbatas pada anime film only, dan ga termasuk: Special TV film, Detco crossover movies, maupun live action movies.
 

Well, review saya di postingan pertama saya akui memang niat-ga-niat. Memang sebanding sama kepuasan yang saya dapat sih. Jadi, semakin tinggi peringkat, semakin panjang juga bacotan saya nantinya haha


16. DCM 17 - Private Eyes in the Distant Sea (2013)

 

Conan squad mendapatkan tiket untuk menikmati kapal perang Aegis Destroyer. Saat latihan perang sedang berlangsung, tiba-tiba ada benda tak dikenal yang mengarah ke kapal. Walaupun awak kapal berhasil menyelamatkan diri, tetapi insting Conan mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Apalagi ketika ia melihat Yuuki, seorang anak 7 tahun yang tersesat sendirian dan terlihat tidak nyaman digandeng oleh ayahnya, serta Fujii Nanami, angkatan laut wanita yang berbohong akan identitasnya.

Saat Conan dan Ran tersesat mencari toilet, mereka masuk ke sebuah ruangan dan mengetahui bahwa lengan kiri seseorang baru saja ditemukan menyangkut di sistem perpompaan kapal. Saat Conan menyelinap dalam investigasi, ia mengetahui bahwa ada mata-mata asing yang menyelinap masuk ke dalam kapal. Ia juga meminta tolong Heiji di darat untuk mengecek apakah di pantai sekitar telah ditemukan mayat tanpa lengan kiri.

Case closed in the end though, yippie. Namun, seperti business-as-usual-nya Detco movie, pasti ada aja kegaduhan tambahan di luar kasus yang bikin penonton deg-degan. Kali ini, Ran yang diserang oleh si mata-mata (will not going to spoil yall for this one) tenggelam di laut sendirian, dan baru diketahui beberapa menit sebelum matahari tenggelam, kondisi gelap dan suhu air laut menurun drastis.

Ah, kalau saja kekuatan cinta bisa selalu semanjur teriakan Ran dan Conan ya :D



15. DCM 19 - Sunflowers of Inferno (2015)
 


Awalnya cukup menjanjikan, dimana Kaito Kid terlihat sedang membuntuti keluarga Suzuki (Jirokichi dan Sonoko) yang sedang menghadiri acara lelang lukisan Van Gogh yang lama hilang: Himawari. Setelah berhasil mendapatkannya dengan harga fantastis, mereka mengumumkan bahwa lukisan tersebut akan dipajang di pameran yang mereka adakan di gedung ekshibisi yang baru mereka bangun. Seolah mengibarkan bendera perang, ia muncul di lokasi lelang dan membuat keributan. Belum selesai urusan, ia kembali mengacau dengan menyamar sebagai Kudou Shinichi, meledakkan mesin pesawat ketika sedang mengudara, dan membawa kabur lukisan seharga 500 juta yen tersebut.

Seluruh kesalahan tentu akhirnya dilimpahkan kepada Kid. While kita mungkin paham kalau Sonoko membela Kid (bahwa Kid tidak akan pernah melakukan sesuatu yang membahayakan nyawa orang lain), penonton semakin dibuat berpikir ketika even Inspektur Nakamori dan Conan berpendapat sama. Kejahatan-kejahatan "Kid" semakin berbahaya, dari meminta uang tebusan 10 miliar yen, mematikan pasokan listrik gedung, dan membakar seluruh ruang ekshibisi. Kid ini sebenarnya kenapa, sih?

Spoiler alert: Kid aman. Namun, hal tersebut belum berarti kasus selesai, karena ia dan Conan masih harus menyelamatkan salah satu lukisan yang terancam terbakar, menyelamatkan diri dari gedung yang runtuh, serta membawa keluar Ran yang pingsan ketika menghirup asap api. Seperti biasa, bagaimana Conan (dan Kid) menyelamatkan diri dari situasi genting ini lah yang membuat penonton sport jantung.

 

14. DCM 9 - Strategy Above the Depth (2005)

 

Conan dkk diundang menggantikan keluarga Suzuki untuk berpesiar dengan kapal mewah Aphrodite. Ketika mereka sedang bermain petak umpet, tiba-tiba Sonoko diserang dan dimasukkan ke dalam peti mati. Di saat yang bersamaan, Pimpinan kapal Takae ditemukan terbunuh di kamarnya, sementara Presiden Grup Yashiro menghilang dengan hanya meninggalkan jejak berupa kipas yang tertinggal di dasar lambung kapal. Kogoro dan Conan tidak punya petunjuk lain selain kesaksian Kogoro yang melihat seseorang yang memakai jaket windbreaker keluar dari kamar korban.

Misteri ini ternyata berkaitan dengan kejadian 15 tahun lalu yang sempat ditunjukkan dalam flashback di awal film, ketika kapal pesiar Yashiro I tenggelam karena wakil kapten kapal sengaja terlambat memberitahukan keberadaan gunung es sehingga kapal terbakar dan tenggelam. Ketika Conan memecahkan kasus di atas kapal, di saat yang bersamaan Miwako dan Chiba juga memecahkan misteri kecelakaan yang menyebabkan suami Pimpinan Takae terbunuh. Namun, ketika Conan sedang memecahkan kasus, si pelaku tiba-tiba mengancam untuk meledakkan kapal...

Well, this is where the real shit finally begins. The ship was sinking, Detective Kids joining Conan chasing the culprit, dan Ran ONCE AGAIN fucked her life untuk mengambil medali hadiah dari Detective Kids and bikin susah semua orang 

(for God sake why does it always Ran...'-').

I do like Kogoro's bonus attempt in the end though. Dan Detective Kids actually saved people, this time. I'm so proud of my brats uwuwuwu.




13. DCM 1 - The Time-Bombed Skyscraper (1997)

 

Setelah memecahkan kasus di rumah seorang klien (via Kogoro), Conan disibukkan dengan limpahan surat-surat penggemar untuk ayahnya. Di antara tumpukan surat tersebut, terdapat satu surat permohonan untuk Kudou Shinichi dari arsitek terkenal, Moriya Teiji. Jelas tidak bisa hadir dalam wujud Shinichi, ia meminta tolong Ran dan Kogoro untuk menggantikannya. Namun, tiba-tiba Ran menodongnya lewat telepon agar ia menonton bioskop pada 3 Mei, jam 10 malam.

Dalam kondisi setengah panik karena ia tidak bisa membatalkan janjinya pada Ran, ia tiba-tiba mendapatkan telepon dari seseorang yang mengaku telah mencuri bahan peledak. Di lokasi tempat mereka janjian bertemu, ternyata seseorang sudah memasang bom plastik pada mainan yang ditemukan oleh Ayumi, Genta, dan Mitsuhiko. Conan akhirnya pontang-panting mencegah bom selanjutnya meledak, sambil mencari siapa dalang dibalik kasus  pemboman. Masalahnya, bom terakhir ternyata berada di...

That's it. Not going to spoil the best part of the movie lol. Bear until the very end, karena best part-nya memang sangat di belakang banget. Trust me.

Kerasa sekali jadulnya movie yang ini. Selain gambarnya masih serba bulat, Ran juga lebih sering pinjam telepon daripada pakai handphone. Eh btw, tahun 1994 Shinichi udah bisa beliin handphone buat Ran, duitnya banyak juga ya berarti '-'...


12. DCM 3 - The Last Wizard of Century (1999)
 

Kali ini kepolisian Jepang dihebohkan dengan surat dari Kaito Kid yang mengatakan bahwa ia akan mencuri The Egg of Miracle, sebuah mahakarya kerajaan Rusia milik perusahaan Suzuki. Kepolisian dan Kogoro menyimpulkan bahwa ia akan beraksi di Osaka pada pukul 3 pagi. Namun, Conan dan Heiji sadar bahwa Kid akan beraksi pada jam 7.20 malam di tempat yang sama sekali lain. Terlambat, Kid sudah berada di lokasi dan berhasil kabur. Di tengah-tengah pelariannya, seseorang menembak Kaito Kid. Telur tersebut selamat, namun Kaito Kid menghilang.

Untuk melindungi telur tersebut dan telur pasangannya, Conan dkk akhirnya diajak untuk berkunjung ke Puri Yokosuka bersama dengan peneliti dan tiga orang peminat telur tersebut. Di perjalanan, kembali terjadi penembakan yang menyebabkan tewasnya salah satu peminat. Conan berusaha memecahkan kasus tersebut, serta mencoba menemukan telur pasangan yang lebih besar di suatu ruangan di puri, tanpa sadar bahwa Ran dan Inspektur Shiratori sedang mencurigai kecerdasannya yang tidak biasa, persis seperti apa yang disebutkan di ramalan yang diambilnya di Kuil Naniwa.

Setidaknya ada tiga main thrilling points di film ini. Yang pertama: Ran (dan Shiratori?) yang mulai sadar bahwa Conan adalah Shinichi. Kedua, pembunuh Kaito Kid dan korban pertama masih berkeliaran bersama mereka di puri. Ketiga, misteri dari telur dan puri itu sendiri, yang akhirnya mengungkap sebuah rahasia yang disimpan dari tahun 1900an. Dan ini belum termasuk climax plot bangsyadh di akhir-akhir ala Aoyama-sensei. Plotnya tidak terlalu banyak twist maupun ketegangan, tetapi alur cerita cukup padat sehingga waktu 1 jam 40 menit tidak terasa membosankan.

PS: ada satu part menarik yang sayang banget tidak muncul di canon. Not going to spoil it here, tapi tahanin aja nonton sampe belakang, ok? :D Clue: Ramalan.


11. DCM 23 - The Fist of Blue Sapphire (2019)
 


Walaupun Ai bersikeras menolak untuk memberinya antidote APTX 4869, somehow Conan masih bisa menginjakkan kaki di tanah Singapura. Kaito Kid yang (lagi-lagi) menyamar sebagai Shinichi ternyata turut membawa Conan serta di dalam koper khusus, sehingga ia tetap bisa berkeliaran di sekitar Ran walaupun dengan harus menyamar sebagai bocah asli Singapura. Mereka datang untuk mendukung Makoto di turnamen karate internasional. Hampir batal bergabung karena sponsor Makoto menjadi korban pembunuhan, ia akhirnya berhasil masuk dengan sponsorship dari Sonoko. Sementara itu, Kid hadir untuk mencuri permata bajak laut yang tertanam di sabuk kemenangan turnamen, permata yang dijuluki "The Fist of Blue Sapphire".

Lawan Kid kali ini ternyata bukan sembarangan orang. Leon Lowe, orang yang dihadapi Kid kali ini, adalah seseorang yang memiliki kecerdasan dan kepekaan yang tidak biasa, sehingga lumayan menyulitkan Kid untuk mengambil permatanya di kesempatan pertama. Situasi semakin memanas ketika Leon mulai mengancam Makoto, sekretarisnya ditemukan terbunuh tepat dimana Kid sedang berusaha mengambil permata, dan Sonoko ditemukan pingsan ditabrak mobil polisi. Dua kali kena fitnah dan dikejar-kejar kepolisian Singapura, bagaimana Kid menyelamatkan diri?

Sampai pertengahan film, cerita lebih banyak berfokus pada Kid. Namun, begitu semua petunjuk disatukan, akhirnya terungkap hal besar yang ternyata ada dibalik semua kekacauan di film ini. Plot twist nya lumayan banyak, bener-bener bikin penonton hah hoh berkali-kali. Semua cameo yang muncul di depan ternyata dapet perannya masing-masing, both in good and awful way

Ngomong-ngomong, seperti biasa, Kid dan Conan harus memutar otak menyelamatkan semua orang yang SOMEHOW fucked up their movement that almost cost their life. Again.

23 same damn plots and somehow I'm still following this dragged-ass series.

Bulol ya gini.